Sabtu, 04 Oktober 2014

FILSAFAT METAFISIKA : PANDANGAN YUNANI DAN ISLAM

FILSAFAT METAFISIKA : PANDANGAN YUNANI DAN ISLAM

I. Pendahuluan 
  1. Filsafat Metafisika. Filsafat yang berasal dari bahasa Yunani ' Philoshopia': secara harfiah, Philo: cinta, Shopia: hikmah, kebijakan. Tetapi menurut al-Shaibani, filsafat bukanlah hikmah itu sendiri melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Dalam ungkapan Arabnya yang lebih "asli" cabang ilmu tradisional Islam ini disebut 'Ulum al-Hikmah atau secara singkat "al-H}ikmah", padanan dari kata Yunani "sophia" yang artinya kebijaksanaan. Selain itu filsafat juga dapat pula diartikan mencari hakekat sesuatu, menemukan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Adapun tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang sebenarnya yang dirumuskan secara sistematis yang kemudian dinamakan sistematika filsafat. Salah satu cabang dari filsafat itu adalah "metafisika", yaitu filsafat tentang hakekat yang ada di balik fisik, tentang hakekat yang ada yang bersifat transenden, di luar atau di atas kemampuan manusia. Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafat termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya. Dunia yang sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, ternyata menimbulkan berbagai spekulasi tentang hakikatnya. Semua teori ilmiah hampir semuanya bersifat metafisik. Dan menurut Comte, cara berfikir metafisik sebenarnya adalah pergantian saja dari cara berfikir teologis. Baginya cara berfikir manusia harus keluar dari tradisi teologis maupun metafisik untuk menghasilkan pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai sarana mencari kebenaran. Bidang filsafat metafisika (al-Falsafah al-Ula dalam bahasa Aristoteles dan kadang-kadang ia menggunakan istilah "Ilmu Ketuhanan") ini pula yang banyak dipersoalkan oleh kalangan ortodok seperti Ibn Taimiyah, karena dalam banyak hal menyangkut bidang yang bagi mereka merupakan wewenang agama. Dalam makalah singkat ini akan dikemukakan pembicaraan tentang filsafat metafisika ( Ma ba'da al-Tabiah), secara khusus tentang dalil adanya tuhan dari para filsul Yunani dan filsuf muslim.  
  2. Hellenisme dan Problem Metafisika Yunani. Pengaruh Hellenisme atau dunia pemikiran Yunani yang "pagan" atau mushrik- yang kemudian menjadi polemik di kalangan sarjana muslim- ikut mewarnai pemikiran filsafat Islam. Namun demikian, terdapat pemikiran filsafat yang orisinil berasal dari filosof muslim, seperti Ibn Rushd dari Spanyol (520-595 H/ 1126-1198 M) dengan filsafat Profetiknya (kenabian, yang merupakan trade mark filsafat Islam) yang tidak kita peroleh dari karya-karya Yunani. Juga ada Ibn Bajah dari Spanyol (w. 533 H/1138 M) dan Ibn Tufail dari Spanyol (w. 581 H/1185 M).Interaksi intelektual orang-orang Islam dengan dunia pemikiran Hellenik terutama terjadi antara lain di Iskandaria (Mesir), Damaskus, Antioch dan Ephesus (Siria), Harran (Mesopotamia) dan Jundisapur (Persia). Di tempat-tempat itulah lahir dorongan pertama untuk kegiatan penelitian dan penerjemahan karya-karya kefilsafatan dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno dan memperoleh dukungan dari para penguasa Muslim.Dunia filsafat yang dihuni oleh para filsuf mengetengahkan berbagai konsep metafisik tentang hakekat yang sebenarnya di balik alam ini. Kegiatan bidang filsafat ini diawali oleh para filsuf Yunani kuno mulai dari angkatan pra-Sokrates (Thales, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes, Heroklitos, Parmanides, Empedokles, Anaxagoras, Demokritos), zaman Sokrates (masa Sofisme, Sokrates, Plato dan Aristoteles) sampai ke zaman Hellenisme.Secara garis besar, pendapat-pendapat mereka yang berkenaan dengan dunia metafisik kelompokkan menjadi tiga kelompok besar :  
  • Faham Monisme, satu faham yang mengatakan bahwa hakekat segala sesuatu ini berasal dari unsure tunggal,
  •  Dualisme, satu faham yang berpendapat bahwa unsur pokok segala sesuatu di alam ini dua. 
  • Pluralisme, bahwa unsur segala sesuatu di dunia ini banyak. Di samping mencoba mencari pemecahan rasional mengenai hakekat segala sesuatu di balik alam nyata ini, mereka juga mengetengahkan konsepsi "Tuhan". Namun harus dibedakan antara konsepsi metafisik yang bersifat religi dengan yang non-religi. Thales (625-545 SM) misalnya, berpendapat bahwa asal segala sesuatu ini adalah "air" (monisme), tetapi ia tidak menyatakan bahwa air adalah Tuhan. Dualisme berpendapat bahwa asal segala sesuatu ini dari dua unsur; roh dan materi, tetapi ini tidak menyatakan bahwa dua unsur tersebut adalah Tuhan. Sedangkan konsep metafisik yang bersifat religi adalah konsep yang di dalamnya memasukkan masalah ketuhanan. Dari para filsuf Yunani, beberapa di antaranya akan diturunkan dalam pembahasan ini. 
Heraklitos (540-475 SM), seorang filsuf yang hidup pada masa pra-Sokrates, menyatakan: "Segala sesuatu berasal dari satu, hukum mengikuti kehendak yang satu itu. Kebijakan tercapai hanya dengan satu cara, yakni, mengetahui zat yang menguasai dan mengatur segala sesuatu". Russel juga menukil pernyataan Heraklitos yang mirip dengan pernyataan di atas, "dari yang satu keluar segala sesuatu, dan segala sesuatu yang keluar dari yang satu bukanlah hakekat yang sebenarnya. Yang satu itu adalah "Tuhan". Ini berarti dalam masalah keyakinan terhadap Tuhan, Heraklitos menganut monotheisme,percaya pada Tuhan yang satu bukan politheisme seperti yang umum dianut oleh bangsa Yunani. Heraklitos memeluk agamanya sendiri yang berlawanan dengan agama yang umum di anut oleh orang-orang Yunani, demikian kata Russel.
Kira-kira satu abad kemudian, Plato (427-347 SM), seorang filsuf Yunani lainnya, juga memiliki pandangan monotheisme. Plato mengatakan, "Dunia inderawi ini tidak kekal, dan ia diciptakan oleh Tuhan. Tuhan adalah lambang kebaikan. Tuhan menghendaki segala suatu ini, sedapat mungkin seperti dia. Tuhan menghendaki segala sesuatu ini baik, dan tidak ada yang jelek. Tuhan adalah sumber ide, pencipta ide, Supreme Being, tidak berubah, sempurna dan Esa. Tetapi, menurut plato, Tuhan tidak menciptakan dunia ini dari tidak ada menjadi ada. Tuhan menciptakan dunia ini dari materi (bahan dunia) yang telah ada sebelumnya yang keadaannya masih tidak teratur.
Aristoteles (348-322 SM), murid Plato, juga memiliki konsepsi Tuhan yang berbeda dengan konsepsi dewa-dewa yang diyakini oleh orang Yunani umumnya. Menurutnya, Tuhan adalah penggerak yang tidak bergerak, atau unmoved mover. Tuhan adalah penyebab gerak alam, ia adalah prima causa, atau penyebab pertama. Dalam konsepsi Aristoteles, Tuhan bukanlah pencipta alam ini, melainkan hanya sebagai penggerak saja. Aristoteles jaga menyebut Tuhan itu sebagai zat murni, aktualitas murni,akal murni. Dia zat yang hidup, kekal dan baik. Tuhan hanya membentuk alam ini dari bahan yang telah ada sebelumnya. Inilah arti, Tuhan menggerakkan alam, yakni Tuhan menggerak-gerakkan "materi alam" yang sudah ada sebelumnya menjadi punya bentuk, atau form. Tuhan mengubah materi (bahan alam) menjadi punya form (bentuk).
Contoh pendekatan filsafat inilah yang dimaksud dengan argumentasi ontologi. Argumentasi ini menyatakan bahwa di dalam fikiran manusia terdapat ide tentang adanya Tuhan. Inilah pokok dalil antologi tersebut; di dalam fikiran manusia terdapat ide adanya Tuhan. Tetapi dalil (argumentasi) ini bukannya tak bisa dikritik.Immanuel Kant (Jerman) mengkritik dalil (argumentasi) ini demikian, "apa bila di dalam fikiran saya terdapat ide bahwa didalam saku baju itu terdapat uang sejumlah 300 dolar, apakah benar secara obyektif-nyata bahwa di dalam saku baju itu benar-benar ada uang sejumlah itu?". Artinya, apa yang terdapat di dalam fikiran saya bisa saja tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, ternyata di dalam saku baju itu tidak ada uang sejumlah 300 dolar. Dengan demikian ide yang terdapat di dalam fikiran tidak sesuai dengan kenyataan, karena kenyataannya uang itu tidak ada di dalam saku baju itu. Ini berarti ide yang terdapat dalam fikiran saya hanyalah khayalan saja. Ide tersebut dikatakan khayalan karena ia tidak didukung oleh kenyataan yang sebenarnya. Dengan demikian jelaslah bahwa konsepsi saya hanya bersifat subyektif, tidak obyektif. Atau subyektifitas saya memaksakan konsepsi terhadap sesuatu obyek yang nyatanya tidak sesuai dengan kenyataan obyektif sebenarnya. Kant kemudian membalikkan proses pemikiran filsafat dengan mengatakan mulai sekarang, bukanlah subyek yang mengarah kepada obyek, melainkan obyeklah yang harus mengarah kepada subyek. Iqbal mencoba memberikan pemecahan dalam masalah ini. Menurutnya, biarlah Tuhan itu sendiri yang mengatakan dan menyampaikan tentang diri-Nya melalui firman-Nya kepada manusia sebagai subyek yang mencoba mencari Tuhan.

II. Metafisika al-Kindi (801-870 M/ 185-254 H)
Nama lengkap Al Kindi adalah Abu Yusuf, Ya'kub Ibn Ishaq al-Sabah, Ibn Imran, Ibn al- Asha'at, Ibn al-Kays al-Kindi, keturunan suku Kays. Lahir tahun 185 H (801 M) di Kufah. Nama orang tuanya Ishaq Ashshabbah dengan jabatan gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al- Mahdi dan Harun al-Rashid dari bani Abbas. Terkenal di Barat dengan nama Al-Kindus. Beliau adalah seorang tabib, ahli bintang dan filosof.
Pokok filsafat metafisika al-Kindi terdapat pada konsep tentang mahiyah, atau substansi, atau yang tidak hakiki. Mahiyah membicarakan tentang al-Haq al-Awwal, atau kebenaran pertama yang menjadi sebab bagi semua yang maujud. Atau dengan kata lain, mahiyah membicarakan tentang hakikat wujud. Al-Kindi membedakan yang wujud menjadi dua:
Pertama, wujud yang wajib (al-wajib al-wujud),
Kedua, wujud yang mumkin (mumkin al-wujud).
Wujud yang wajib adalah wujud yang ada dengan sendirinya, tidak disebabkan oleh yang lainnya. Ia adalah Allah. Sedangkan wujud yang mumkin adalah wujud yang disebabkan oleh yang lainnya. Alam atau asal alam (al-hayula) adalah mumkin. Ia tidak wujud dengan sendirinya, melainkan diciptakan oleh yang lainnya. Karena itu alam ini baru, keberadaan dan kelangsungannya tergantung pada wujud yang lain.
Sebagai seorang filosof yang berorientasi teologi, ia menolak dengan tegas apa yang telah dikatakan oleh Aristoteles dan pengikutnya mengenai pencitaan alam. Mereka mengatakan bahwa alam ini diciptkan bukan dari tidak ada, juga menolak argumen tentang keabadian alam. Al-Kindi menyatakan dengan tegas bahwa " karena jasad memiliki genus dan spesies, sementara yang abadi tidak punya genus, maka jasad tidak lah abadi

III. Metefisika al-Farabi (870-950 M/ 257-337 H)
Abu Nasr Muhammad al-Farabi. Beliau adalah seorang muslim keturunan Parsi, yang dilahirkan di kota Farab (Turkestan), putra dari Muhammad Ibn Auzalgh seorang panglima perang Parsi dan kemudian berdiam di Damshik. Al-Farabi belajar di Bagdad dan Harran, kemudian ia pergi ke Suria dan Mesir. Ayahnya orang Iran yang menikah dengan wanita Turkestan. Karena itu al-Farabi kadang dikatakan sebagai orang Turkestan dan kadang-kadang dikatakan orang Iran. Sejak kecil ia mempunyai kecakapan yang luar biasa dalam bahasa. Ia menguasai bahasa Iran, Turkestan dan Kurdistan. Belajar ilmu logika di kota Baghdad.
Seperti al-Kindi, ia juga membagi wujud menjadi dua; wujud yang wajib dan wujud yang mumkin. Di luar wujud itu tidak ada wujud yang lain. Wujud yang wajib itu abadi, sempurna, hakekat yang sebenarnya. Dia adalah Allah. Wujud yang sempurna ini haruslah hanya satu. Dari zat yang eka inilah muncul yang serba aneka. Wujud yang yang mumkin adalah wujud yang adanya disebabkan oleh lainnya, tidak sempurna, beraneka dan berubah-ubah
IV. Metafisika Ibn Sina (980-1037 M/ 370-428 H)
Menurut penjelasannya sendiri, beliau dilahirkan di desa Afshanah dekat dengan Bukhara, di Transoxiana (Persia Utara). Dilahirkan dalam suasana kekacauan di mana khilafat Abbasiyah mengalami kemunduran dan negeri-negeri yang berada di bawah kekeuasaan khilafat tersebut mulai melepaskan diri satu persatu. Baghdad sendiri dikuasai oleh golongan Bani Buwaih pada tahun 334 H sampai 447 H. Beberapa saat kemudia ia pindah ke Bukhara dan menerima pengajaran pribadi dalam hal membaca, menulis, aritmatika, yurisprodensi dan logika. Di antara guru-gurunya adalah Abu Abd Allah al-Natili dan Isma'il sang zahid penganjur Isma'iliyah. Minat Ibn Sina terhadap filsafat tampaknya telah berkembang sejak ia menyimak percakapan mereka pada saat mengunjungi ayahnya, tetapi studi sistematikanya tentang logika dan kedokteran dimulai beberapa saat kemudian.
Bagi Ibn Sina memberikan argument tentang adanya tuhan adalah "puncak dari segala spekulasi metafisik" Konsep metafisika Ibn Sina adalah konsep yang istilahnya telah disinggung oleh al-Kindi dan al-Farabi. Ibnu Sina membagi wajib al-wujud menjadi dua ;
a.    Wajib al-wujud bi zatihi, yakni wujud yang wajib adanya sebab leh dirinya sendiri tanpa sebab dari luar. Wujud ini hanya satu, esa, zat tuhan
b.    Wajib al-wujud bi ghairi zatihi, yaitu wujud yang wajib adanya dengan adanya sebab dari luar dirinya. Wujud ini adalah makhluk.Adapaun mumkin al-wujud tidak memiliki kemestian wujudnya atau tidak wujudnya. Tetapi apabila mumkin al-wujud ini sudah menjadi ada meskipun karena dirinya, maka ia menjadi wajib al-wujud. Alasan Ibnu Sina, sebab wujudnya mumkin al-wujud ini berasal dari zat yang wajib al-wujud. Inilah yang oleh Ibnu Sina disebut wajib al-wujud bi ghairi zatihi Ibn Sina juga percaya penciptaan melalui pancaran/ emanasi (al-faid), di mana tuhan digambarkan menciptakan dunia melalui serangkaian perantara. Ia juga juga percaya dengan keabadian dunia, yang mendapatkan reakasi keras dari al-Ghazali (w. 1111)
Istilah yang digunakan oleh tiga filosof muslim ini sama dengan apa yang terdapat dalam beberapa kitab yang dikaji di beberapa pesantren, walapun ada sedikit penambahan istilah, seperti kitab Fath al-Majid yang dikarang oleh Imam Nawawi Banten (w. 676 H/1277 M) dan kitab Dasuqi 'Ala umm al-Barahin karangan Sayyid Muhammad Sanusi (1787-1859), penulis merasa kesulitan melacak secara pasti. Yang penulis temukan melalui situs en. Wikipedia.org, beliau adalah ulama Libya pendiri tariqah al-Sanusiah.Istilah-istilah tersebut adalah : 
  •  Al-wujub, yaitu sesuatu yang tergambar dalam akal kita tentang kepastian adanya sesuatu tersebut. Contohnya, adanya tuhan, kemudian tentang keharusan setiap benda menempati ruang. 
  •  Al-Mustahil, yaitu sesuatu yang tergambar dalam akal kita bahwa sesuatu itu harus tidak ada. Contohnya, suatu benda bergerak dan diam dalam satu waktu
  • Al-Jaiz, yaitu sesuatu yang tergambar dalam akal kita bahwa sesuatu itu bisa ada pada suatu saat dan tiada pada saat yang lain. Contohnya seseorang akan mempunyai anak atau tidak.ini menandakan bahwa "adanya" pengaruh filasafat (Islam) dalam pemikiran mereka. Filsafat juga mempengaruhi dalam munculnya ilmu Mantiq dan ilmu Kalam. Walaupun yang terakhir ini tidak bisa dikatakan jiplakan belaka dari filsafat, karena justru dalam ilmu Kalam nampak orisinalitas kaum muslim.
V. Metafisika al-Razi (865-925 M/ 251-313 H )
Al Razi dilahirkan di Ray (sekarang Teheran) propinsi Khurasan. Nama lengkapnya Abu Abdi Allah Muhammad Ibn 'Umar Ibn Al-Husain Fakhr Al-din Al-Razi. Ahli dalam bermain harpa dan menjadi penukar uang sebelum beralih kepada filsafat dan kedokteran. Disamping karya-karyanya yang hamper setiap aspeknya menyangkut bidang kedokteran, ada pula karya-karyanya yang berkaitan tentang filsafat, kimia, astronomi, tata bahasa, teologi, logika dan ilmu pengetahuan lain. Sedang bukunya yang paling besar adalah "Al-Hawi" yang merupakan ensiklopedia yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh seorang Yahudi yang bernama Faraj Ibn Salim
Pandangan al-Razi tentang metafisika ini diuraikan dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ketuhanan. Namun buku tersebut sudah tidak ada lagi kini. Yang kini ada hanyalah berupa sangkalan-sangkalan dari beberapa paragrap buku tersebut dan yang dikumpulkan oleh Kraus. Menurut Al-Biruni persoalan metafisika yang digarap oleh al-Razi itu tidak lain hanyalah merupakan penjiplakan dari filsafat Yunani Kuno. Problem utamanya adalah tentang adanya ilmu prinsip yang kekal. Dan kelima prinsip tersebut adalah tentang Tuhan, jiwa yang universal, materi pertama, yang absolut dan waktu yang absolut.
Pemikiran al-Razi tentang lima postulat (dalil) tersebut kemudian dijadikan dasar dalam menetapkan wujud alam. Artinya jika lima hal tersebut ada, maka alam ini akan terbentuk dan sebaliknya jika lima hal tersebut tidak ada, maka alam inipun tidak ada. Adapun penjabaran dari lima postulat tersebut adalah sebagai berikut:
a.    Tuhan
Menurut al-Razi tuhan itu maha bijaksana. Ia tidak mengenal istilah lupa. Hidup ini keluar dari-Nya sebagaimana sinar terpancar dari sang surya. Tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu. Kekuasaan-Nya tidak ada yang menyamai. Ia mengetahui segala sesuatu dengan sempurna. Pengetahuan tuhan berbeda dengan pengetahuan manusia. Sebab pengetahuan manusia dibatasi oleh pengalaman. Sedang pengetahuan-Nya tidak dibatasi oleh pengetahuan. Tuhan tahu tentang sifat jiwa yang cenderung bersatu dengan jiwa dan mencari kezatan material. Setelah jiwa bergabung dengan tubuh tuhan kemudian mengatur hubungan tersebut dengan harmonis. Yaitu dengan melimpahkan akal ke dalam jiwa. Lantaran memiliki akal jiwa menjadi sadar, bahwa selama masih bergandengan dengan tubuh ia akan menderita. Dengan akal, jiwa tahu tempat asalnya. Akal pulalah yang menginsafkan jiwa bahwa kebahagiaan tertinggi hanya akan diperoleh setelah jiwa mampu melepaskan diri dari dukungan tubuh.
b.    Jiwa Universal
Alam ini diciptakan tuhan dengan suatu tujuan. Semula ia tidak berkehendak untuk menciptkannya, namun kemudian kehenendak itu ada. Kalau demikian tentu ada yang mendorongnya, sudah berang tentu pendorong itu sendiri harus abadi bisa merupakan sebab dari yang hidup tetapi dungu. Karena menyadari kebodohannya, jiwa tertarik pada benda agar dapat memperoleh kesenangan material. Melihat nasib jiwa yang demikian ini.
Di saat jiwa mendekat pada tubuh, tubuh meronta. Melihat nasib jiwa yang tragis ini, tuhan berkenan menolongnya dengan jalan membentuk alam ini dalam susunan yang kuat, sehingga ruh dapat memperoleh kesenangan material di dalamnya.
Setelah itu tuhan menciptakan manusia. Dari substansi ketuhanan-Nya kemudian diciptakan akal. Fungsi akal adalah menyadarkan manusia, bahwa dunia yang dihadapinya sekarang ini bukanlah dunia yang sesungguhnya. Menurut al-Razi dunia yang sesungguhnya itu dapat dicapai dengan filsafat. Oleh karena itu siapa yang belajar filsafat akan mengetahui yang sesungguhnya serta memperoreh pengetahuan selamanya akan tetap berada di dunia sebelum disadarkan oleh filsafat.
c.    Benda Benda pertama terdiri dari atom-atom. Masing-masing atom tadi memiliki volume. Tanpa adanya penggabungan dari atom-atom tadi tak akan ada sesuatu yang terwujud. Karenanya sulitlah untuk membeyangkan adanya creatio ex nihilo. Atom-atom mempunyai sifat sendiri bila padat ia akan menjadi tanah, kalau kurang padat akan menjadi air. Bila lebih jarang akan menjadi udara dan akhirnya kalau paling jarang akan menjadi api. Sebenarnya teori al-Razi ini (tentang benda) merupakan penggabungan antara teori Demokritos dengan teori Empedokles. Selanjutnya. al-Razi mengatakan bahwa tidak ada di dunia ini sesuatu yang berasal dari sesuatu yang lain. Dan sesuatu yang lain adalah benda. Jadi benda itu abadi. Pada mulanya ia tidak terbentuk tetapi terpancar dimana-mana.
d.     Ruang Absolut Oleh karena materi pertama itu kekal, maka membutuhkan ruang yang sifatnya kekal juga. Sebab tidak mungkin kekal itu berada pada yang nisbi. Menurut al-Razi ruang itu ada dua macam, yaitu ruang yang absolute dan ruang relative. Ruang absolute tidak menggantungkan wujudnya pada alam maupun benda-benda yang membutuhkan ruang. Sebaliknya setiap ruang mesti diisi oleh benda. Ruang ini disebut ruang relative
e.    Masa Absolut
Waktupun menurutnya dibagi menjadi dua macam, yaitu waktu yang absolute dan waktu yang terbatas. Waktu absolute adalah perputaran waktu, sifatnya bergerak dan kekal. Waktu yang terbatas adalah waktu yang diukur berdasarkan pergerakan bumi, matahari dan bintang-bintang.
Harus dikemukakan segera bahwa al-Razi tidak mengajukan pembuktian apapun tentang kekekalan pencipta maupun jiwa. Cukup jelas ia mempercayai bahwa dunia diciptakan dalam waktu dan bersifat sementara. Berbeda dengan Plato yang mengatakan bahwa dunia ini diciptakan tetapi bersifat abadi. Oleh karena itu keabadian jiwa dan pencipta harus dinyatakan telah diajukan oleh al-Razi, sama dengan Plato, sebagai pernyataan aksiomatik. Tidak saja keabadian jiwa, baik a parte ante maupun a parte post, tetapi juga filsafat sebagai satu-satunya jalan ke arah penyucian jiwa dan pelepasannya dari belenggu tubuh, mencerminkan pengaruh Platonik-Phytagorean yang cukup kentara, yang bertentangan dengan konsep Islam tentang wahyu dan konsep kenabian. Sebenarnya karena keinginannya untuk menyesuaikan diri sepenuhnya dengan premis rasionalistiknya, al-Razi telah menolak secara terang-terangan konsep wahyu dan peranan para nabi sebagai mediator antara tuhan dan manusia. Menurutnya, kenabian itu tidak berguna, karena cahaya akal yang diberikan tuhan cukup memadai untuk menerima kebenaran, dan juga menjijikan, karena telah banyak menyebabkan pertumpahan darah dan peperangan antara suatu bangsa (mungkin, orang-orang Arab) yang meyakini dirinya dianugerahi wahyu ilahi dan yang lain sebagai orang-orang yang kurang beruntung
Menilik dari apa yang dipaparkan oleh para filsuf, baik dari Yunani kuno dan kalangan Muslim, terdapat persamaam yang sangat mendasar tentang konsepsi tuhan, walaupun dengan bahasa yang berbeda. Tuhan dalam pandangan mereka adalah wujud tunggal yang pasti adanya yang menjadi sumber dari wujudnya alam (segala sesuatu selain tuhan). Juga pandangan bahwa tuhan adalah lambang dari kebaikan dan hanya menghendaki kebaikan. Dengan mengambil nilai-nilai persamaan ini diharapkan akan tercipta saling menghargai antar penganut faham apapun. Ini penting sebagai pengetahuan agar kita bijak dalam menghadapi perbedaan.
Ibn al-'Arabi (560-638 H/1165-1240 M), salah seorang sufi terbesar, mengkritik orang yang memutlakkan kepercayaanya kepada tuhan, yang menganggap kepercayaannya itu sebagai satu-satunya yang benar dan menyalahkan kepercayaan orang lain. Kritik ini mengingatkan kita kepada kritik Xenophanes (kira-kira 570-480 SM), seorang filsuf Yunani terhadap antropoformisme tuhan, atau tuhan-tuhan :
Seandainya sapi, kuda dan singa mempunyai tangan dan pandai menggambar seperti manusia, tentu kuda akan menggambarkan tuhan-tuhan menyerupai kuda, sapi akan menggambarkan tuhan-tuhan menyerupai sapi, dan dengan demikian mereka akan mengenakan rupa yang sama kepada tuhan-tuhan seperti terdapat pada mereka sendiri. Orang Etiopia mempunyai tuhan-tuhan hitam dan berhidung pesek, sedangkan orang Trasia mengatakan bahwa tuhan-tuhan mereka bermata biru dan berambut merah.

Kepercayaan seorang hamba kepada tuhannya ditentukan dan diwarnai oleh kapasitas dan pengetahuan sang hamba. Kapasitas pengetahuan itu tergantung kepada "kesiapan particular" ( al-isti'dad al-juz'i) masing-masing individu hamba sebagai bentuk penampakan" kesiapan universal" (al-isti'dad al-kulli) atau "kesiapan azali" ayang telah ada sejak azali dalam "entitas-entitas permanent" (al-a'yan al-thabitah) yang merupakan bentuk penampakan diri (tajalli) al-Haq yaitu tuhan. Tuhan menampakkan diri-Nya kepada hamba-Nya sesuai dengan kesiapan sang hamba untuk mencapai pengetahuan tentang tuhan yang akhirnya "diikat" atau "dibatasi" oleh dan dalam kepercayaannya sesuai dengan pengetahuan yang dicapainya. Dengan demikian, tuhan yang diketahui oleh sang hamba adalah identik dengan tuhan dalam kepercayaanya. Dapat pula dikatakan bahwa tuhan yang diketahuinya adalah identik dengan kepercayaanya

VI. Kesimpulan
1.   Filsafat Metafisika adalah yaitu filsafat tentang hakekat yang ada di balik fisik, tentang hakekat yang ada yang bersifat transenden, di luar atau di atas kemampuan manusia.
2.   Filsafat Islam mendapat pengaruh dari pemikiran Yunani ( Hellenisme ). Walaupun demikian ada filasafat yang murni dari hasil pemikiran filosof Muslim, yaitu filsafat Profetik atau kenabian.
3.   Filsafat Metafisika Yunani berkisar tentang Faham: Monisme, satu faham yang mengatakan bahwa hakekat segala sesuatu ini berasal dari unsur tunggal, Dualisme, satu faham yang berpendapat bahwa unsur pokok segala sesuatu di alam ini dua, Pluralisme, bahwa unsur segala sesuatu di dunia ini banyak.
4.   Al- Kindi, Al- Farabi, dan Ibn Sina membagi wujud menjadi dua; wujud yang wajib dan wujud yang mumkin. Di luar wujud itu tidak ada wujud yang lain. Wujud yang wajib itu abadi, sempurna, hakekat yang sebenarnya. Dia adalah Allah.
5.   Problem utama dari filsafat Al- Razi adalah tentang adanya ilmu prinsip yang kekal. Dan kelima prinsip tersebut adalah tentang Tuhan, jiwa yang universal, materi pertama, yang absolut dan waktu yang absolut. Lima postulat ini dijadikan dasar untuk terbentuknya alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar