Sabtu, 04 Oktober 2014

FENOMENA FISIKA PADA CAPUNG



Sering orang mengkiaskan dragonfly dengan pemisahan kata dragon dan fly, naga terbang. Sebutan dragonfly tidak lain adalah karena adanya komponen gaya tarik (drag) pada sayap capung ketika ia terbang. Kekhasan sayap capung inilah yang akhirnya mendorong ilmuwan untuk mengetahui lebih mendalam tentang capung.
Sama seperti orang yang berenang atau melompat, pesawat dan serangga menghasilkan daya dorong atau tolak dengan fluid pushing, mendorong aliran zat fluida, baik air maupun udara, di sekitarnya. Seorang professor dari Cornell University New York, Z. Jane Wang, menyatakan bahwa sayap serangga akan mengalami gaya angkat ke atas yang arahnya tegak lurus dengan arah kecepatan geraknya. Lift force atau gaya angkat ini juga membentuk sudut siku-siku terhadap drag force atau gaya tarik yang arahnya berlawanan dengan arah kecepatan gerak. Keberadaan gaya ke atas inilah yang akan memberikan dorongan pada capung maupun serangga lainnya ketika mengepakkan sayap di udara.
Untuk mengkondisikan agar capung berada pada hover (melayang-layang atau terbang tanpa mengepakkan sayap), sama seperti helikopter, serangga tersebut harus mendorong aliran udara ke bawah. Suatu gerak di udara yang tidak menuju bumi (bawah) tidak akan mampu menahan beban tubuh dan akan membuang energy. Dengan menggunakan keempat sayapnya capung memiliki kemampuan untuk mengatasi hal ini.

Capung memiliki dua pasang sayap pada bagian toraksnya, 2 buah sayap di toraks bagian depan (fore wings) dan 2 sayap lagi pada bagian belakang (hind wings). Otot-otot mengendalikan interaksi kerja antara fore wings dan hind wings ini, serta kekhasan yang dimiliki capung yang membedakannya dengan serangga lain yaitu: pengaturan fase sayap depan dan belakang selama berada dalam manuver-manuver berbeda.
Posisi sayap depan dan belakang yang terletak cukup dekat, memungkinkan interaksi hidrodinamis yang baik. Sains telah berhasil menganalisis interaksi sayap capung ini melalui pendekatan aljabar dengan menggunakan persamaan Navier- Stokes yang melewati tahap pengintegralan yang kompleks dengan bergantung pada konstanta Reynold, ukuran sayap, gerak sayap dan perbedaan fase yang terjadi.
Terlepas dari perhitungan fisika matematika yang rumit, daya yang diperlukan pada saat sayap bergerak dengan beda fase tertentu ternyata menjadi lebih kecil. Ini berarti energi
yang diperlukan untuk melakukan manuver tidak terlampau besar. Energi akan kembali meningkat ketika sayap capung berada dalam kondisi sefase. Pada saat sayap depan dan belakang bergerak dengan beda fase, getaran kedua sayap bergerak saling mendekati dari sisi yang berseberangan dan bertemu pada pertengahan titik (midstroke). Sayap bagian depan akan terkena induksi gerak yang disebabkan oleh sayap bagian belakang, begitu pula sebaiknya. Akibatnya, gaya tarik pada sayap akan berkurang seiring dengan daya yang dihasilkan. Drag force sayap depan dan belakang memiliki arah yang berlawanan sehingga besarnya total gaya tidak mempengaruhi pergerakan. Hal sebaliknya akan terjadi jika sayap depan dan belakang bergerak sefase. Keduanya akan mengalami drag force yang lebih besar disebabkan oleh gabungan getaran sayap depan dan belakang yang memiliki arah yang sama (mirip dengan prinsip Superposisi). Oleh karenanya, interaksi hidrodinamis menghasilkan gaya yang besar dan berfungsi untuk mempercepat gerakan saat take off .

Dibalik kesan kehidupan capung yang langka, ternyata tersimpan pengetahuan yang cukup spektakuler yang masih menjadi bahan penelitian para ilmuwan sampai detik ini. Penemuan-penemuan ilmiah semakin berkembang karena keberadaan insekta yang mampu bergerak dengan kecepatan 30-60 kilometer per jam ini. Ilmuwan di Royal Veterinary College dan University of Ulm, rela mencipatakan Robot Capung untuk menguji efek aerodinamis serangga yang bersayap empat.. Termasuk pendekatan aljabar tentang interaksi sayap capung dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes.

(S. Wahyuni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar