Minggu, 12 Oktober 2014

Teori Einstein Dan Al Qur'an



Einstein merupakan seorang ilmuwan yang memiliki keahlian dalam bidang matematika dan fisika. Setiap teori yang dikemukakan berdasarkan dari hasil pengamatannya mengenai alam semesta yang dilihat dari sudut pandang matematika dan fisika. Namun demikian sebenarnya dari pengamatan yang dilakukan oleh Einstein dimaksudkan untuk mencari eksistensi Tuhan dan untuk mengetahui pikiran-pikiran Tuhan mengenai alam semesta. Dari semua hal yang diamatinya ia berasumsi bahwa adanya hal-hal tersebut pasti ada yang menciptakan, sehingga dalam benaknya muncul pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan mengenai siapan Tuhan itu dan dimana ia berada, yang kemudian berlanjut pada alam semesta sebagai ciptaannya seperti bagaimana asalnya, bagaimana terbentuknya, dan sebagainya. Tidak seperti para ilmuwan sekuler yang memisahkan antara pengetahuan dan agama, sebaliknya Einstein malah menemukan teori berdasar logikanya yang memiliki keterkaitan dengan agama atau Tuhan. Seperti yang dikatakannya bahwa “ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh. Agama tanpa ilmu pengetahuan itu buta”.
Teori dan pemikiran yang dihasilkannya-pun telah terbukti kebenarannya dan berguna bagi perkembangan iptek modern. Sekalipun ada beberapa teorinya yang dinilai sudah akurat tersebut dibantahkan oleh penemuan baru, seperti kecepatan cahaya yang diklaim sebagai kecepatan yang tidak tertandingi itu dibantah oleh temuan baru yang dilakukan di Swiss tepatnya di CERN yang merupakan sebuah laboratorium terbesar di dunia mengemukakan bahwa terdapat partikel-partikel subatom yang merambat lebih cepat dari kecepatan cahaya. Namun demikian sekalipun teori Einstein tersebut tetap sebagai landasan bagi teori-teori modern terutama dalam bidang fisika.
Dari teori-teori yang diciptakan Einstein dapat dihubungkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama yang berkaitan dengan kecepatan cahaya. Menurutnya kecepatan cahaya merupakan kecepatan tertinggi di alam. Dalam teorinya ia menetapkan suatu besaran pokok kecepatan cahaya yaitu 2,998 x 105 km/s. Mengenai kecepatan cahaya tersebut sebenarnya sudah tersirat dalam Q.S. As-Sajdah, 32: 5 yang artinya: “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. Ayat ini menjelaskan bahwa yang menjalankan urusan itu adalah malaikat, karena malaikat diciptakan Allah dari cahaya, dan hal ini memberikan pertanda mengenai kecepatan cahaya dan dari hasil perhitungannya dihasilkan kecepatan 299.792,5 km/s.
Teori selanjutnya mengenai teori kesetaraan energi dan massa suatu benda yang memiliki rumus E=mc2, yang menyatakan bahwa benda itu memiliki energi jika benda tersebut memiliki massa, jadi apabila suatu benda berkurang energinya maka massanya pun ikut berkurang. Hal ini bisa diterapkan pada “the white dwarf” yakni bintang padam yangmenandakan bintang tersebut berkurang energinya dan massanya pun berkurang sehingga dapat kehilangan gravitasinya dan orbitnya menjadi tidak teratur dan akhirnya tertarik oleh gravitasi bintang lain. Jika dilihat dari teori tersebut jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dapat kita perhatikan pada Q.S. Al-Qiyamah, 75: 7, 8, 9 “maka apabila pemandangan telah kacaubalau, dan bulan hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan…”. ini menunjukkan bahwa bula tidak lagi tidak lagi mendapat sinar dari matahari karena matahari telah padam, lalu matahari dan bulan dikumpulkan menandakan jika garis orbitnya berubah.
Dan teori yang ketiga yakni mengenai teori relativitas khusus yang menjelaskan bahwa benda bergerak sangat cepat akan memiliki massa lebih besar dibanding massa diamnya. Apabila diterapkan pada upaya manusia mencapai angkasa luar/ di luar tatasurya kita haruslah mendekati kecepatan cahaya karena untuk mencapai bintang terdekat saja (Alpha Centauri) paling tidak 4 tahun cahaya. Hal ini tentu saja mustahil dilakukan karena selain faktor kecepatan manusia yang terbatas juga karena faktor usia manusia yang sedikit. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Ar-Rahmaan, 55: 33) “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.” Nah, dari ayat tersebut sudah jelas jika manusia ingin ke angkasa luar/di luar tatasurya kita harus memiliki kekuatan. Apabila manusia benar-benar bisa membuat kendaraan/alat yang demikian maka akan kendaraan/alat tersebut ledakan karena di angkasa luar terdapat gesekan udara yang akan menimbulkan energi panas yang tinggi.
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an merupakan dari sumber kehidupan manusia. Selain itu Al-Qur’an juga dapat di-ilmukan, atau bersifat universal dalam arti Al-Qur’an juga dapat digunakan oleh seluruh umat sebagai dasar ilmu pengetahuan, karena Al-Qur’an menyangkut seluruh kehidupan manusia.. Namun, bagi orang muslim Al-Qur’an ini merupakan pedoman hidupnya, sehingga sudah seharusnya kita dapat memahami apa isi dari Al-Qur’an. Meskipun bagi muslim, membaca Al-Qur’an itu menjadi suatu yang penting, namun yang lebih penting itu memahami isi yang terkandung di dalamnya. Sehingga dalam melaksanakan segala aktivitas, tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan dengan memahami maknanya diharapkan kita dapat menemukan penemuan-penemuan yang baik bagi kemaslahatan manusia dengan cara berijtihad. Dengan demikian maka akan semakin mendekatkan diri kita pada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala yang diciptakannya di semesta alam ini.

Sumber:
Wisnu Arya Wardana. 2006. Melacak Teori Einstein Dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cetakan ke-2

( Ratih Handayani )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar