Selasa, 26 Mei 2015

Puisi Tuk Ibu Tercinta

Jerih payah mereka sering lupa kuhitung
Padahal sungguh kuamat beruntung
Bila ananda sempat dituntun
Dengan segenap sayangnya nan santun
Aku nyaris lupa makna pemberianmu
Ternyata bukan jumlahnya sebagai pengutamaanmu
Tapi penguatan pada kebutuhan yang meraja
Seperti mereguk mata air cinta disaat dahaga saja
Kasihmu… sayangmu…
selalu kau berikan padaku…
Kau banting tulangmu…
kau peras keringatmu…
Namun kau selalu berusaha tersenyum didepanku…
Walau ku sering mendurhakaimu…
kau tak pernah berhenti memberi semua itu…
Kau pun tak pernah sedikitpun meminta balasan dariku…
Karena ku tau…
kau lakukan semua itu…
Hanya untuk membuatku bahagia…
Kau cahaya hidupku…
kau pelita dalam setiap langkahku…
Maafkan…
bila aku belum bisa membalas semua kebaikan yang telah kau berikan untukku…
Tetapi Aku berjanji…
aku akan selalu berusaha dan berdo’a semampuku…
untuk kebahagiaanmu di masa tua mu nanti…
Agar kau selalu tersenyum…
walaupun apa yang ku beri…
tidak sebesar apa yang ku terima selama ini…

Akhlak Rosul Dalam Menghadapi Kehilangan Orang Yang Dicintai

Sungguh merupakan perkara yang sangat menyedihkan dan sangat berat tatkala seseorang harus kehilangan orang yang dicintainya, baik anak yang disayang, apalagi berbakti, ibu yang penyayang, sahabat dekat, istri tercinta dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqoroh : 155)
As-Syaikh As-Sa'di rahimahullah berkata :
{ وَالأنْفُسِ } أَيْ: ذَهَابُ الأَحْبَابِ مِنَ الْأَوْلاَدِ، وَالأَقَارِبِ، وَالأَصْحَابِ
"(Dan jiwa) yaitu dengan perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak, kerabat, maupun sahabat" (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 155)
Tentunya semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin tinggi ujian yang akan dihadapinya. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya ujian-ujian yang pernah dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ujian yang sangat berat. Nabi telah diuji dengan ujian-ujian yang berat dan bermacam-macam. Diantara ujian-ujian tersebut adalah perginya orang-orang yang dikasihi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah kehilangan ayahnya sebelum kelahirannya… ia tidak pernah merasakan belaian ayahnya… tidak pernah melihat senyuman ayahnya…
Demikian pula ia telah kehilangan ibunya yang sangat beliau sayangi tatkala berusia enam tahun. Tatkala sang ibu membawanya untuk bersafar menziarahi kerabat/paman-paman ayahnya dari Bani ‘Adi bin Najjaar di kota Madinah. Tatkala di tengah perjalanan pulang ke Mekah di suatu daerah yang bernama Abwaa' (antara kota Madinah dan Mekah) maka sang ibu tercinta pun sakit. Hingga akhirnya sang ibupun meninggal di tempat tersebut (lihat As-Siiroh An-Nabawiyah fi Dloui al-Mashoodir al-Ashliyah hal 110). Semua itu dilihat dan disaksikan oleh sang kecil Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita bisa bayangkan bagaimana kesedihan yang meliputi hati si kecil Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menyaksikan di hadapannya sang ibu yang sakit parah hingga meninggalkan dunia ini….
Ini semua kesedihan yang telah dirasakan oleh Nabi semenjak kecil beliau.
Sebagaimana manusia yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengalami apa yang dirasakan oleh manusia yang lain, seperti kegembiraan, kesedihan, keriangan, kesempitan, kelapangan, sehat, sakit, kehidupan dan kematian. Karenanya jika Nabi mengalami kesedihan maka terkadang air mata beliau mengalir…
PERTAMA : Tangisan Nabi tatkala putranya Ibrahim meninggal
Sungguh berat ujian yang dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seluruh anak beliau meninggal sebelum beliau, kecuali Fathimah radhiallahu 'anhaa yang meninggal setelah meninggalnya Nabi.
Jika kehilangan seorang anak yang dicintai saja sudah terasa sangat berat maka bagaimana lagi jika kehilangan enam orang anak sebagaimana yang dialami oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?. Karenanya Allah menyediakan ganjaran yang besar bagi seseorang yang bersabar karena kehilangan buah hatinya.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى لِمَلائِكَتِهِ : قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي ؟ فيقولونَ : نَعَمْ . فيقولُ : قَبَضْتُمْ ثَمَرَة فُؤَادِهِ ؟ فيقولونَ : نَعَمْ . فيقولُ : مَاذَا قَالَ عَبْدِي ؟ فيقولونَ : حَمدَكَ وَاسْتَرْجَعَ . فيقول اللهُ تَعَالَى : ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتاً في الجَنَّةِ ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ
"Jika anak seseorang meninggal maka Allah berkata kepada para malaikatnya, "Apakah kalian telah mengambil nyawa putra hambaku?", mereka menjawab, "Iya". Allah berkata, "Apakah kalian telah mengambil buah hatinya?", mereka menjawab, 'Iya". Allah berkata, "Apakah yang diucapkan oleh hambaKu?", mereka berkata, "HambaMu memujimu dan beristrjaa' (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'uun)". Allah berkata, "Bangunkan bagi hambaKu sebuah rumah di surga dan namakan rumah tersebut dengan "Rumah pujian" (HR At-Thirmidzi no 1021 dan dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1408)
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dianuegrahi enam orang putra-putri yaitu Qosim, kemudian Zainab, kemudian Ruqooyah, kemudian Ummu Kultsuum, kemudian Fathimah (dan ada yang berpendapat bahwa Ummu Kaltsuum lebih muda daripada Fathimah), kemudian Abdullah yang dilahirkan setelah kenabian. Kedua putra beliau Qosim dan Abdullah meninggal tatkala masih kecil, adapun keempat putri beliau seluruhnya masuk Islam setelah kenabian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka sungguh bisa dibayangkan kerinduan Nabi untuk memiliki anak laki-laki, karena yang tersisa hanyalah anak-anak perempuannya. Akhirnya Allah menganugerahkan beliau dari Maariyah Al-Qibthiyah seorang putra yang beliau namakan Ibrahim.
Tatkala lahir Ibrahim maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh gembira mengabarkannya kepada para sahabat.
وُلِدَ لِيَ اللَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ
"Malam ini aku dianugerahi seorang putra, aku menamakannya dengan nama bapakku, Ibrahim" (HR Muslim no 3315)
Dan sebagaimana adat kaum Arab jika ada anak mereka yang lahir maka dicarikan juga baginya ibu susuan. Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan Ibrahim kepada ibu susuannya Ummu Saif Khaulah binti Al-Mundzir Al-Anshooriyah radhiallahu 'anhaa, yang memiliki seorang suami seorang pandai besi yang dikenal dengan Abu Saif. Mereka tinggal di daerah awali di Madinah.
Nabi sangat menyayangi Ibrahim, bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan jauh ke daerah ‘awali hanya untuk mencium putranya tersebut.
Anas Bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata :
«مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»، قَالَ: «كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي الْمَدِينَةِ، فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ، وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا، فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ»
"Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah ‘Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (*ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali" (HR Muslim no 2316)
Akan tetapi kegembiraan dan kebahagiaan ini tidak berlangsung lama karena tatkala Ibrahim berumur 16 atau 17 bulan iapun sakit keras hingga meninggal dunia (lihat Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim karya An-Nawawi 15/76).
Anas bin Malik berkata:
أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ عَلَى ابْنِهِ إبْرَاهيمَ - رضي الله عنه - ، وَهُوَ يَجُودُ بِنَفسِهِ ، فَجَعَلَتْ عَيْنَا رسولِ الله - صلى الله عليه وسلم - تَذْرِفَان . فَقَالَ لَهُ عبدُ الرحمانِ بن عَوف : وأنت يَا رسولَ الله ؟! فَقَالَ : (( يَا ابْنَ عَوْفٍ إنَّهَا رَحْمَةٌ )) ثُمَّ أتْبَعَهَا بأُخْرَى ، فَقَالَ : (( إنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ والقَلب يَحْزنُ ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا ، وَإنَّا لِفِرَاقِكَ يَا إبرَاهِيمُ لَمَحزُونُونَ ))
"Rasulullah masuk (*di rumah ibu susuan Ibrahim) menemui Ibrahim yang dalam keadaan sakaratul maut bergerak-gerak untuk keluar ruhnya. Maka kedua mata Nabi shalallahu 'alaihi wa sallampun mengalirkan air mata.
Abdurrahman bin 'Auf berkata, "Engkau juga menangis wahai Rasulullah?". Maka Nabi berkata, "Wahai Abdurrahman bin 'Auf, ini adalah rahmah (kasih sayang)". Kemudian Nabi kembali mengalirkan air mata dan berkata, "Sungguh mata menangis dan hati bersedih, akan tetapi tidak kita ucapkan kecuali yang diridhoi oleh Allah, dan sungguh kami sangat bersedih berpisah denganmu wahai Ibrahim" (HR Al-Bukhari no 1303)
Nabi juga berkata
إِنَّ إبْرَاهِيْمَ ابْنِي وَإِنَّهُ مَاتَ فِي الثَّدْيِ وَإِنَّ لَهُ لَظِئْرَيْنِ تُكَمِّلاَنِ رَضَاعَهُ فِي الْجَنَّةِ
"Sesungguhnya Ibrahim putraku meninggal dalam masa persusuan, dan sesungguhnya baginya di surga dua orang ibu susuan yang akan menyempurnakan susuannya" (HR Muslim no 2316)
Kita bisa membayangkan bagaimana kesedihan yang dirasakan Nabi… putra yang sangat disayanginya… yang sangat diharapkan setelah meninggalnya kedua putranya dahulu…, meninggal dalam keadaan menggeliat menghadapi sakaratul maut di pangkuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam… inilah yang membuat beliau mengalirkan air mata
KEDUA : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala putrinya Ummu Kaltsuum meninggal.
Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata
شَهِدْنَا بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى الْقَبْرِ فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ فَقَالَ : هَلْ فِيْكُمْ مِنْ أَحَدٍ لَمْ يُقَارِفِ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ أَبُوْ طَلْحَةَ : أَنَا قَالَ : فَانْزِلْ فِي قَبْرِهَا فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا فَقَبَرَهَا
"Kami menghadiri pemakaman putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasulullah duduk di atas mulut kuburan (*yang sudah digali). Aku melihat kedua mata beliau mengalirkan air mata, dan beliau berkata, "Apakah ada diantara kalian yang malam ini belum berbuat (*berhubungan dengan istrinya)?. Abu Tolhah berkata, "Saya". Nabipun berkata, "Turunlah engkau di kuburan putriku!". Abu Tholhah lalu turun dan menguburkan putri Nabi" (HR Al-Bukhari no 1342)
Putri Nabi yang dikuburkan dalam hadits ini adalah Ummu Kaltsuum radhiallahu 'anhaa dan bukan Ruqoyyah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghadiri wafatnya Ruqoyyah karena perang Badar (Lihat Syarah Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Baththool 3/328, Fathul Baari 3/158, dan Irsyaadus Saari, karya Al-Qosthlaani 2/438)
KETIGA : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat salah seorang cucunya menggeliat menghadapi sakaratul maut
Usaamah bin Zaid rahdiallahu 'anhu berkata :
أرْسَلَتْ بنْتُ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - إنَّ ابْني قَد احْتُضِرَ فَاشْهَدنَا ، فَأَرْسَلَ يُقْرىءُ السَّلامَ ، ويقُولُ : ((إنَّ لله مَا أخَذَ وَلَهُ مَا أعطَى وَكُلُّ شَيءٍ عِندَهُ بِأجَلٍ مُسَمًّى فَلتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ )) فَأَرسَلَتْ إِلَيْهِ تُقْسِمُ عَلَيهِ لَيَأتِينَّهَا . فقامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابتٍ ، وَرجَالٌ - رضي الله عنهم - ، فَرُفعَ إِلَى رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - الصَّبيُّ ، فَأقْعَدَهُ في حِجْرِهِ وَنَفْسُهُ تَقَعْقَعُ ، فَفَاضَتْ عَينَاهُ فَقالَ سَعدٌ : يَا رسولَ الله ، مَا هَذَا ؟ فَقالَ : (( هذِهِ رَحمَةٌ جَعَلَها اللهُ تَعَالَى في قُلُوبِ عِبَادِهِ ))
"Salah seorang putri Nabi mengirimkan utusan kepada Nabi untuk mengabarkan bahwa : "Putraku sedang sakaratul maut, maka hendaknya engkau datang". Nabipun mengirim utusan kepada putrinya tersebut dan mengirim salam kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya milik Allah apa yang Allah ambil, dan milik Allah juga apa yang telah Allah anugerahkan, dan segala sesuatu di sisiNya ada waktu dan ketentuannya, maka hendaknya putriku bersabar dan mengaharapkan pahala dari Allah".
Akan tetapi putri Nabi kembali mengirimkan utusannya mengabarkan kepada Nabi bahwasanya putrinya telah bersumpah agar Nabi datang. Maka Nabipun datang bersama Sa'ad bin 'Ubaadah, Mu'adz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Tsaabit dan beberapa sahabat lainnya radhiallahu 'anhum. Lalu sang anakpun diangkat ke Nabi, Nabipun meletakkannya di pangkuannya sementara sang anak meronta-ronta. (Melihat hal itu) maka kedua mata Nabipun mengalirkan tangisan. Sa'ad berkata, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis?".
Nabi berkata, "Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang Allah jadikan di hati para hambaNya" (HR Al-Bukhari no 1284 dan Muslim no 923)
Para ulama telah berselisih tentang siapakah putri Nabi yang disebutkan dalam hadits ini?, karenanya mereka juga berselisih siapakah cucu Nabi yang disebutkan dalam hadits ini-?
Ada yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut adalah Ruqoyyah istri Utsmaan bin 'Afaan, dan cucu nabi tersebut adalah Abdullah bin 'Utsmaan. Ada yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut adalah Fathimah istri Ali bin Abi Tholib, dan cucu Nabi tersebut adalah Muhsin bin Ali bin Abi Thoolib.
Dan ada yang mengatakan bahwa putri Nabi tersebut Zainab istri Abul 'Aash. Dan Zainab hanya memiliki dua anak dari Abul 'Aash yaitu Ali dan Umaimah. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar bahwasanya cucu nabi yang disebutkan dalam hadits ini adalah Umamah binti Abul 'Aaash. Akan tetapi Ibnu Hajar berpendapat bahwa Umamah setelah didatangi Nabi akhirnya sembuh dan tidak meninggal karena para ulama telah sepakat bahwasanya Umamah bin Abil 'Aash hidup setelah meninggalnya Nabi, bahkan Umamah dinikahi oleh Ali bin Abi Tholib setelah wafatnya Fathimah radhiallahu 'anhaa. (Fathul Baari 3/156-157)
KEEMPAT : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat jasad pamannya Hamzah bin Abdhil Muththolib tercabik-cabik.
Hamzah paman Nabi dan juga sekaligus saudara sepersusuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah Asadullah (singa Allah) seseorang yang sangat hebat dalam pertempuran di medan jihad. Tatkala terjadi perang Badar diantara yang terbunuh oleh Hamzah dari kalangan musyrikin Mekah adalah Thu'aimah bin 'Adi, paman dari Jubair bin Muth'im. Akhirnya Jubair bin Muth'impun ingin membalas dendam kepada Hamzah, akhirnya ia memerintahkan budaknya yang bernama Wahsyi dari Habasyah untuk membunuh Hamzah dengan imbalan dia akan dimerdekakan.
Wahsyi menuturkan kisahnya :
إِنَّ حَمْزَةَ قَتَلَ طُعَيْمَةَ بْنَ عَدِىٍّ بِبَدْرٍ فَقَالَ لِى مَوْلاَىَ جُبَيْرُ بْنُ مُطْعِمٍ ِإِنْ قَتَلْتَ حَمْزَةَ بِعَمِّى فَأَنْتَ حُرٌّ. فَلَمَّا خَرَجَ النَّاسُ يَوْمَ عِينِينَ خَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ إِلَى الْقِتَالِ فَلَمَّا أَنِ اصْطَفُّوا لِلْقِتَالِ - قَالَ - خَرَجَ سِبَاعٌ فقال : مَنْ مُبَارِزٌ؟، قَالَ فَخَرَجَ إِلَيْهِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ يَا سِبَاعُ يَا ابْنَ أُمِّ أَنْمَارٍ يَا ابْنَ مُقَطِّعَةِ الْبُظُورِ أَتُحَادُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ثُمَّ شَدَّ عَلَيْهِ فَكَانَ كَأَمْسِ الذَّاهِبِ وَكَمَنْتُ لِحَمْزَةَ تَحْتَ صَخْرَةٍ فَلَمَّا دَنَا مِنِّى رَمَيْتُهُ بِحِرْبَتِي فَأَضَعُهَا فِى ثُنَّتِهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ وَرِكَيْهِ، فَكَانَ ذَلِكَ الْعَهْدُ بِهِ فَلَمَّا رَجَعَ النَّاسُ رَجَعْتُ مَعَهُمْ فَأَقَمْتُ بِمَكَّةَ حَتَّى فَشَا فِيهَا الإِسْلاَمُ ثُمَّ خَرَجْتُ إِلَى الطَّائِفِ فَأَرْسَلوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رُسُلاً فقيل لي إِنَّهُ لاَ يَهِيجُ لِلرُّسُلِ.
قَالَ َخَرَجْتُ مَعَهُمْ حَتَّى قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا رَآنِى قَالَ « أَنْتَ وَحْشِىٌّ ». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « أَنْتَ قَتَلْتَ حَمْزَةَ ». قُلْتُ قَدْ كَانَ مِنَ الأَمْرِ مَا بَلَغَكَ قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تُغَيِّبَ عَنِّى وَجْهَكَ ». فَرَجَعْتُ فَلَمَّا تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَخَرَجَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ قُلْتُ لأَخْرُجَنَّ إِلَى مُسَيْلِمَةَ لَعَلِّى أَقْتُلُهُ فَأُكَافِئَ بِهِ حَمْزَةَ. فَخَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ فَكَانَ مِنْ أَمْرِهِمْ مَا كَانَ فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِى ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَأَنَّهُ جَمَلٌ أَوْرَقٌ ثَائِرٌ رَأْسُهُ فَأَرْمِيهِ بِحَرْبَتِى فَأَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ وَدَبَّ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ.
"Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu'aimah bin 'Adiy di perang Badar, maka Tuanku Jubair bin Muth'im berkata kepadaku, "Jika engkau membunuh Hamzah sebagai balasan terhadap pamanku maka engkau bebas merdeka". Maka tatkala orang-orang (kaum kafir Mekah) keluar untuk perang Uhud maka akupun keluar bersama mereka untuk berperang. Maka tatkala mereka telah berbaris (*antara pasukan kafir dan pasukan kaum muslimin) untuk bertempur maka keluarlah Sibaa' dan berkata, "Siapa yang siap berduel melawanku?". Maka tantangan inipun disambut oleh Hamzah bin Abdil Muththolib, lalu ia berkata ; "Wahai sibaa', wahai putra Ummu Anmaar, Wahai putra Tukang sunatnya para wanita" (*karena ibu Sibaa' adalah seorang wanita yang dikenal suka menyunat bayi-bayi perempuan), apakah engkau menentang Allah dan Rasulnya?". Lalu Hamzahpun memeranginya dengan sengit sehingga tewaslah Sibaa' seakan-akan ia tidak pernah ada.
Akupun bersembunyi di belakang sebuah batu untuk membunuh Hamzah. Tatkala Hamzah sudah dekat denganku maka akupun melemparnya dengan tombakku hingga mengenai bagian bawah pusarnya hingga keluar kebagian panggul belakangnya. Itulah kematian Hamzah.
Tatkala orang-orang kembali ke Mekah akupun pulang bersama mereka lalu aku tinggal di Mekah hingga islampun tersebar. Lalu akupun pergi ke Thoif. Lalu penduduk Thoif mengirim para utusan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk masuk Islam, dan dikatakan kepadaku bahwasanya para utusan tersebut sama sekali tidak akan terganggu. Maka akupun pergi bersama mereka (para utusan tersebut) hingga akupun menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala Nabi melihatku maka ia berkata, "Apakah engkau Wahsyi?". Aku berkata, "Iya". Nabi berkata, "Engkau yang telah membunuh Hamzah?", Aku berkata, "Perkaranya sebagaimana berita yang sampai kepadamu". Nabi berkata, "Jika engkau mampu agar tidak menampakan wajahmu di hadapanku?". Aku lalu kembali ke Thoif. Dan tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan muncul Musailamah Al-Kadzdzab (*yang mengaku nabi baru) maka aku berkata, "Sungguh aku akan keluar untuk membunuh Musailamah, semoga aku membayar kesalahanku membunuh Hamzah". Lalu akupun keluar bersama orang-orang dan ternyata kejadiannya sebagaimana yang terjadi (*yaitu terjadi peperangan dan terbunuh banyak sahabat). Tiba-tiba Musailamah berdiri di sela-sela dinding, seakan-akan ia adalah seekor onta yang abu-abu, rambutnya berdiri. Maka akupun melemparnya dengan tombakku maka mengenai dadanya hingga tembus ke belakang dan keluar diantara dua punggungnya. Lalu datanglah salah seorang dari kaum Anshoor lalu memukulkan pedangnya ke kepala Musailamah" (HR Al-Bukhari no 4072)
Tombak yang digunakan Wahsyi untuk membunuh Musailamah Al-Kadzdzab itulah tombak yang telah ia gunakan untuk membunuh Hamzah bin Abdil Muttholib. Wahsyi berkata,
فَرَبُّكَ أَعْلَمُ أَيُّنَا قَتَلَهُ؟ فَإِنْ أَكُ قَتَلْتُهُ فَقَدْ قَتَلْتُ خَيْرَ النَّاسِ وَشَرَّ النَّاسِ
"Dan Robmu yang lebih tahu siapa diantara kami berdua yang telah membunuh Musailamah, jika aku yang telah membunuhnya maka sungguh aku telah membunuh manusia terbaik dan manusia terburuk" (Diriwayatkan oleh At-Toyaalisi dalam musnadnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/371)
Tatkala sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar meninggalnya Hamzah maka Nabipun menangis.
Jabir radhiallahu 'anhu berkata :
لمَاَّ بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتْلُ حَمْزَةَ بَكَى، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهِ شَهِقَ
"Tatkala sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar tewasnya Hamzah maka Nabipun menangis. Dan tatkala Nabi melihat jasadnya maka Nabipun terisak-isak keras" (Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaaid 6/171 berkata : رَوَاهُ الْبَزَّارُ وَفِيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ عَقِيْلٍ وَهُوَ حَسَنُ الْحَدِيْثِ عَلَى ضَعْفِهِ "Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar, dan pada sanadnya ada Abdullah bin Muhammad bin 'Aqiil, dan dia adalah seorang yang haditsnya baik meskipun ia seorang yang dho'if/lemah)
Dalam riwayat lain :
وَلَمَّا رَأَى مَا مُثِّلَ بِهِ شَهِقَ
"Tatkala Nabi melihat jasad Hamzah yang tercabik-cabik maka beliaupun terisak keras" (HR Al-Haakim dalam Al-Mustadrok no 4900, dan Adz-Dzahabi berkata : "Shahih")
Oleh: Firanda Andirja

Rabu, 20 Mei 2015

Membangkitkan Diri Sejati

Kehidupan adalah cerita yang kita tenun bersama-sama dari pikiran, perasaan, dan emosi yang kita alami setiap saat. Namun hidup kita sebagian besar berisi kenangan akan masa lalu dan harapan akan masa depan. Jarang sekali kita hidup dalam kekinian. Kenangan masa lalu dan harapan akan masa depan yang kita bawa di seluruh perjalanan hidup kita inilah yang berkembang menjadi stres yang kita rasakan setiap hari
.
Bahkan, kebanyakan dari kita adalah kumpulan refleks dan saraf yang terkondisi, yang secara konstan terpicu oleh situasi dan keadaan di luar. Seringkali keadaan tersebut hanyalah ritme naik turunnya kehidupan setiap hari. Tapi ada saat-saat dalam hidup kita ketika stres, tekanan, kekecewaan, dan kegelisahan dapat menjadi penderitaan yang luar biasa.
Seperti yang kita tenun melalui kehidupan, beberapa orang menemukan diri mereka dalam hubungan yang telah menjadi berantakan atau berakhir secara tak terduga, dalam kasus lain, karier seseorang berhenti secara tiba tiba, dan bahkan ada saat-saat dalam kehidupan kita ketika ketidakseimbangan dalam kesehatan dan kesejahteraan yang tiba-tiba mulai mewujudkan diri mereka sebagai kondisi penyakit. Jadi seringkali kita mendefinisikan diri kita sebagai peran yang kita mainkan dalam hubungan-hubungan atau pekerjaan tertentu. Misalnya, “Saya seorang ibu,” “Saya seorang istri,” Saya seorang manajer, “” Saya wakil presiden direktur. “Ketika, karena alasan apapun, peran dan aspek kehidupan kita – yang telah kita gunakan begitu lama untuk mengidentifikasi diri kita dan membawa harga diri kita – tiba-tiba berhenti melayani keinginan kita, kita biasanya merasakan rasa kehilangan, kekosongan atau kebingungan.
Tidak peduli bagaimana kita telah merasa kehilangan dalam cerita-cerita yang diberitahu oleh ego kita tersebut, selalu ada perjalanan kembali ke Diri sejati kita. Sebenarnya, kita tidak pernah kehilangan hubungan kita dengan diri sejati kita karena sifat dasar kita adalah kesadaran murni. Diri yang sebenarnya ada di luar batas ruang dan waktu, tidak memiliki awal atau akhir dan karena itu adalah abadi.
Setiap masing-masing dari kita adalah ibarat sebuah gelombang kecil dari lautan intelijensi kesadaran yang menciptakan segala sesuatu di alam semesta – tubuh kita, bintang-bintang, galaksi, dan semua yang lain. Karena itu kita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari lautan intelejensi kesadaran ini, kita adalah juga sumber dari semua realitas. Setiap saat, kita bersama dengan Tuhan menciptakan dunia kita atau alam semesta.
Tradisi kebijaksanaan kuno dan ilmu modern telah mengatakan bahwa tubuh kita, pikiran kita, dan dunia fisik ini adalah proyeksi dari kesadaran kita. Hanya kesadaran yang nyata, segala sesuatu yang lain hanyalah proyeksi kesadaran. Tulisan suci Veda kuno mengatakan, “Anda tidak berada di dunia ini, dunialah yang berada di dalam diri Anda.” Alam semesta ini hanyalah selubung ilusi – yang dikenal sebagai maya dalam tradisi yoga kuno – yang membuat kita melihat bahwa segala sesuatu adalah kesadaran murni. Ketika kita menembus tabir itu, kita akan menemukan kesadaran murni dalam segala hal dan memiliki akses ke potensi kreatif yang tidak terbatas.
Praktik untuk Kebangkitan
Intuisi, perhatian, imajinasi, niat, inspirasi, kreativitas – adalah bahan dasar dari kesadaran. Dengan semua itu kita bisa membentuk realitas pribadi kita, dan membentuk realitas kolektif kita. Prinsip-prinsip universal berikut ini akan membantu Anda menyadari bagaimana Anda menciptakan realitas Anda, dan akan memberdayakan Anda untuk mengubah atau melepaskan apa pun tidak lagi melayani Anda. Pilihlah salah satu prinsip untuk difokuskan setiap hari dan berkomitmen untuk menerapkannya dalam kehidupan Anda:
1. Diri sejati saya adalah kesadaran murni, yang tak terbatas.
Saya akan selalu mengingat bahwa pikiran selalu datang dan pergi, tapi inti dari kesadaran adalah abadi. Hari ini saya akan mengalami diri sendiri di luar batasan itu. Saya akan menyisihkan waktu untuk hadir dengan diriku sendiri dalam keheningan. Saya akan mengalami diri saya sebagai cinta, sebagai cahaya yang mengalir dari hati saya dan menyebar keluar ke alam semesta sejauh kesadaran saya dapat mencapai.
2. Peristiwa-peristiwa dalam hidup saya mencerminkan siapa saya.
Saya akan memilih satu hal yang terjadi hari ini dan melihat bagaimana cermin diri saya. Jika saya merasa marah pada seseorang, saya akan melihat bahwa apa yang tidak saya sukai pada orang tersebut sesungguhnya ada dalam diri saya. Jika saya mendengar percakapan yang menarik perhatian saya, saya akan mengambil pesan tersebut sebagai pesan pribadi. Saya akan melihat dunia di dalam diri saya.
3. Orang-orang yang berada dalam kehidupan saya mencerminkan aspek dari diri saya.
Hari ini saya akan melihat teman-teman saya, keluarga, dan setiap orang yang saya temui sebagai gambaran diri saya. Setiap orang hadir sebagai kualitas yang saya ingin lihat dalam diri sendiri atau ingin tolak. Saya akan belajar paling banyak dari mereka yang saya sangat sukai dan sangat tidak sukai.
4. Apa pun saya perhatikan akan tumbuh.
Saya akan melihat satu-persatu bagaimana saya menggunakan perhatian saya. Saya akan menginventarisasi kegiatan saya untuk mengetahui berapa banyak waktu saya habiskan di televisi, internet, hobi, gosip, pekerjaan yang saya cintai, pekerjaan yang saya takuti, kegiatan yang memenuhi saya, atau fantasi yang muncul. Saya akan bertanya pada diri sendiri, “Apa yang ingin saya tumbuhkan dalam hidup saya?” Jawabannya akan memberitahu saya bagaimana perhatian saya perlu diubah.
5. Tidak ada yang acak – kehidupan penuh dengan tanda-tanda dan simbol-simbol.
Saya akan mencari pola dalam hidup saya. Pola itu bisa berada di mana saja – apa yang orang lain katakan kepada saya, cara saya bereaksi terhadap situasi, bagaimana saya memperlakukan. Saya akan membuka kesadaran saya untuk keyakinan tersimpan yang telah membentuk realitas saya. Apakah saya memiliki peluang untuk keberhasilan atau kegagalan? Tanda-tanda apakah yang saya percayai atau tidak memiliki pengaruh pada diri saya. Saya akan mencari tanda-tanda itu untuk keyakinan saya apakah saya pantas mendapatkan cinta atau tidak
.
6. Alam semesta selalu memberi saya hasil yang terbaik.
Hari ini saya akan berfokus pada semua karunia dalam hidup saya. Saya akan menunjukkan rasa terima kasih atas apa yang bekerja daripada bertahan pada apa yang tidak. Saya akan melihat bagaimana tingkat kesadaran saya sendiri membentuk persepsi saya terhadap dunia yang saya ciptakan bersama.
7. Kesadaran batin saya selalu berkembang.
Hari ini saya akan bertanya pada diri sendiri seberapa jauh saya telah sampai di jalan yang telah saya pilih. Di mana posisi saya berada saat ini? Ke mana saya akan pergi? Bahkan jika saya tidak melihat hasil eksternal secara langsung, saya merasa bahwa saya bertumbuh di dalam? Saya akan menetapkan tujuan saya bergerak dari ruang sempit menuju ekspansi.
Kebebasan untuk Mengasihi : Inti dari emosi
Sebagian besar dari kita tidak pernah memahami tentang bagaimana mengasihi. Ketika kita tumbuh berkembang, kita belajar dengan mengamati orang tua kita, saudara, dan pengasuh, yang mungkin kompeten atau tidak kompeten dalam mengelola dan mengekspresikan emosi mereka. Jika orang tua Anda, seperti begitu banyak orangtua, adalah emosional, Anda mungkin mengalami tantangan dalam memenuhi kebutuhan cinta Anda sebagai orang dewasa. Langkah pertama dalam menciptakan hubungan lebih mencintai adalah memahami sifat alami dari emosi.
Membawa Kesadaran pada Emosi
Emosi adalah sensasi fisik yang terkait dengan pikiran-pikiran dalam benak Anda. Mereka adalah inti dari pengalaman pikiran-tubuh. Pada tingkat paling mendasar, kita memiliki kapasitas untuk hanya dua perasaan dasar yang disebut – kenyamanan dan ketidaknyamanan. Ketika sesuatu atau seseorang yang membuat kontak dengan tubuh Anda, yang merupakan batas fisik diri Anda, serat saraf mengirimkan pesan kenyamanan (belaian penuh kasih sayang) atau ketidaknyamanan (orang yang menginjak kaki Anda). Demikian pula dengan pendekatan batas-batas emosional Anda, Anda menerima sinyal kenyamanan (pujian seseorang pada Anda) atau ketidaknyamanan (seseorang mengkritik Anda).
Sebuah sinyal kenyamanan biasanya mendorong Anda untuk bergerak ke arah sumber rangsangan, sementara sinyal ketidaknyamanan membujuk Anda untuk menjauh dari itu. Kita bisa mengekspresikan kedua kutub emosi ini dalam berbagai cara:
Kenyamanan Kesenangan Kebahagiaan Cinta didekati
Rasa ketidaknyamanan Kesedihan Ketakutan dihindari
Apakah Anda menyadari atau tidak hal itu, setiap keputusan yang Anda buat didasarkan pada harapan bahwa pilihan Anda akan menghasilkan sesuatu yang lebih nyaman, atau paling tidak ketidaknyamanan berkurang. Hal ini berlaku pada bagaimana Anda memilih pasangan, pekerjaan, atau merek pasta gigi.
Mengapa saya Merasakan hal ini?
Meskipun setiap kita semua didorong oleh prinsip kesenangan/penderitaan ini, hal yang sama bisa menghasilkan kenyamanan atau ketidaknyamanan yang berbeda untuk setiap orang. Jika Anda menyukai kue stroberi, makan kue ini untuk pencuci mulut akan membawa Anda kesenangan. Di sisi lain, jika Anda alergi terhadap stroberi, pengalaman yang sama akan menghasilkan perasaan tertekan. Beberapa orang bergembira saat naik roller coaster sementara yang lain tidak akan naik bahkan jika mereka dibayar.
Untuk mulai membawa pola emosional bawah sadar kita ke kesadaran, kita perlu bertanya pada diri sendiri pertanyaan kritis:
Apakah yang menentukan apakah saya menafsirkan pengalaman sebagai nyaman atau tidak nyaman?
Ketika saya menanyakan pertanyaan ini di seminar, jawaban pertama yang tak terelakkan adalah “pengalaman sebelumnya.” Hal ini, tentu saja, benar bahwa pengalaman masa lalu mempengaruhi reaksi kita.
Jika Anda sejak kecil diasuh oleh pengasuh asal Hongaria, Anda telah belajar untuk mengasosiasikan bahasa mereka dengan kebaikan. Tetapi jika baru saat dewasa Anda bertemu orang dari Hungaria, Anda cenderung untuk curiga pada kebaikan dari mereka. Di sisi lain, jika saat anak anak Anda memiliki guru piano yang keras, menuntut, kasar yang berasal dari Hungaria, maka ketika mendengar orang berbicara dengan aksen tersebut akan bisa menimbulkan kecemasan di dalam diri Anda hari ini.
Sementara pengalaman masa lalu mempengaruhi persepsi kita sekarang, kita tidak harus dikendalikan oleh pengkondisian atau emosional kita. Kita bisa mengatasi pola-pola kebiasaan kita berpikir dan membuat pilihan baru dalam kehidupan. Sebuah ekspresi Vedic kuno menyatakan, “Memanfaatkan kenangan secara bijak, tetapi tidak mengijinkan kenangan itu menguasai kita.”
Keinginan adalah inti dari Emosi
Jika pengalaman masa lalu bukanlah keseluruhan cerita, kita harus melihat ke masa sekarang, yang berarti bahwa kita harus mendengarkan tubuh kita. Ingat, emosi adalah sensasi dalam tubuh berhubungan dengan pikiran kita. Perspektif tubuh kita, perasaan kenyamanan atau ketidaknyamanan adalah hal yang naluriah. Kita merasakan kenyamanan, kebahagiaan, dan kesenangan ketika keinginan kita terpenuhi. Dan sebaliknya kita merasa tertekan, sedih, dan sakit ketika kita tidak mendapatkan keinginan kita.
Semua emosi berasal dari keinginan
Ulangi pernyataan ini untuk diri sendiri seperti mantra sampai Anda memahami kedalaman sederhana wawasan ini. Bila Anda melakukannya, Anda akan memiliki alat penyembuhan yang penting: kemampuan untuk mengendalikan emosional Anda. Setiap kali Anda merasa tidak nyaman, dalam kesulitan, atau kesakitan emosional, Anda dapat mulai mengubah situasi Anda dengan menyadari bahwa Anda menderita karena Anda tidak mendapatkan sesuatu yang Anda inginkan.
Kita bisa mengamati prinsip-prinsip inti dalam tindakan emosional kita dengan mengamati anak-anak. Ketika seorang anak ingin dipegang tangannya oleh ibunya, dipegang membuatnya bahagia; tidak dipegang membuatnya sedih. Di sisi lain, ketika anak ingin bermain dengan teman-temannya, dipegang membuatnya menderita, sedangkan berlari bebas membawa kesenangan. Emosi ini berasal dari keinginan. Ketika keinginan kita terpenuhi, kita merasa nyaman. Ketika tidak terpenuhi, kita merasa tidak nyaman.
Jika Anda dapat menerima bahwa keinginan menentukan emosi, Anda siap untuk langkah berikutnya: mengakui dan mengkomunikasikan keinginan Anda secara lebih sadar. Anda akan mengalami pengendalian emosional lebih baik dengan penguasaan kemampuan Anda untuk berkomunikasi dengan jelas apa yang Anda inginkan dalam kehidupan. Ini adalah respon yang bisa dipelajari. Meskipun saat ini Anda bukan ahli di bidang ini, karena Anda telah belajar dari orang-orang yang tidak cakap.
Komunikasi Sadar untuk mengalami pengendalian emosional yang lebih baik tergantung dari penguasaan kemampuan Anda untuk berkomunikasi dengan jelas apa yang Anda inginkan dalam hidup ini. Semakin baik kita mengkomunikasikan keinginan kita, semakin besar kemungkinan kita untuk membuatnya terpenuhi – dan semakin besar perbaikan emosional yang kita akan alami.
Prinsip utama dari komunikasi sadar adalah membuatnya semudah mungkin bagi orang lain untuk mengetahui keinginan Anda dengan meminta perilaku tertentu yang akan dipenuhinya. Saya mendorong Anda untuk menguasainya dengan mempraktekkan metode sederhana berikut ini.
Berikut ini adalah empat langkah:
Setiap kali Anda merasa kecewa, sadari bahwa itu karena Anda memiliki keinginan yang belum terpenuhi.
Identifikasi apa yang terjadi yang berbeda dari apa yang Anda harapkan.
Identifikasi apa yang Anda inginkan yang tidak Anda dapatkan.
Perhatikan perilaku, sespesifik mungkin.
Meskipun menggunakan proses ini tidak menjamin bahwa Anda akan selalu mendapatkan keinginan Anda, tetapi ini akan meningkatkan probabilitas bahwa Anda akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan merasa nyaman dan hanya sedikit waktu berada dalam tekanan emosional.
Cinta bisa dilatih
Cinta adalah kemampuan yang bisa ditingkatkan dengan praktek. Semakin Anda secara sadar dapat mengidentifikasi dan mengkomunikasikan harapan Anda, semakin besar kemungkinan Anda untuk membuat hubungan yang lebih sehat dan berkembang. Oleh karena itu dengarkan kebijaksanaan dalam hati Anda dan ijinkan dia untuk membimbing Anda memperoleh ekspresi cinta yang lebih tinggi.
Oleh : Deepak Chopra

Flow ~: Tuhan, Engkau Milik Siapa ?

Flow ~: Tuhan, Engkau Milik Siapa ?: Oleh    : Triwardana Mokoagow Dari kejauhan aku memandang lautan umat manusia. Sedikit-sedikit terdengar isak tangis dari tengah sana....

Minggu, 17 Mei 2015

Romo Anglingkusumo: Fenomena Suksesi dalam Kerajaan Mataram

Romo Anglingkusumo: Fenomena Suksesi dalam Kerajaan Mataram: Suksesi barangkali adalah salah satu kata yang paling banyak di ucapkan lima tahun belakangan ini. Sekadar mendapat gambaran, bawa suksesi ...

Rahasia Dibalik Isra' Mi'raj: Isra' Mi'raj

Rahasia Dibalik Isra' Mi'raj: Isra' Mi'raj: ISRA’ MI’RAJ MENURUT AL-QUR’AN A.     Pengertian Isra’ Mi’raj Ayat ini diawali dengan menyebutkan mukjizat yang agung tentang Isra’ da...

Sabtu, 16 Mei 2015

Agama, Tuhan, dan Sesuatu yang Tidak Terjabarkan

Saya sebenarnya agak risih ketika ada seseorang dari kelompok agama tertentu “berkhotbah” sembari mengklaim bahwa ajaran agamanya yang paling benar. Klaim-klaim semacam inilah yang kerap menimbulkan perseturuan antaragama. Perselisihan karena “baju” yang dipakai bagi saya adalah pertengkaran yang konyol. Bahkan, saling sesat menyesatkan tumbuh subur antargolongan dalam sebuah agama. Katakanlah di dalam Islam, sebuah golongan menganggap sesat dan bid’ah golongan lain lantaran sisi-sisi tertentu dalam ibadahnya tak sama dengan yang diyakini. Padahal Nabi sendiri telah meramalkan bahwa kelak umatnya akan pecah menjadi beberapa golongan (firqah). Pendapat Nabi saya pikir sangat realistis. Sebab agama bila diterjemahkan oleh banyak kepala di berbagai konteks, hasilnya akan berbeda antara satu dengan yang lain. Klaim kebenaran bagi saya hanya muncul dari sikap yang tidak terbuka pada kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Bahwa Tuhan jauh lebih mahabesar ketimbang agama yang hanya sebagai “jalan” menuju hakikat-Nya. Tentang agama-agama Sebagaimana saya katakan sebelumnya, agama hanyalah “jalan” menuju Tuhan. Tentu saja banyak jalan menuju Tuhan. Sangat naïf bila Tuhan hanya menyediakan satu jalan menuju hakikat-Nya. Sebab, manusia tidak hanya berdiam diri pada satu wilayah, musim, dan budaya yang sama. Oleh karena itu, tidaklah musykil bila Tuhan menyediakan banyak jalan bagi manusia untuk menuju pada tujuan yang satu sebagai alternatif: pada agama manakah ia bisa menghayati pengalaman religiusitasnya? Huston Smith berkata, “Agama pada hakikatnya adalah makna, pemaknaan, yang muncul dari pengalaman.” Artinya, agama timbul dari pengalaman spiritual manusia. Agama akhirnya dibentuk untuk menjadi formula bagi mereka yang belum bisa menemukan kebenaran Tuhan dengan caranya sendiri. Tetapi, bila seseorang bisa mencapai Tuhan dengan caranya sendiri, niscaya agama tidak lagi diperlukan. Ia juga tak butuh nabi dan kitab suci sebagai perangkat dari agama. Inilah yang barangkali telah terjadi pada Ibrahim (Abraham) yang telah menemukan apa itu “tuhan” (hakikat tertinggi di semesta). Dengan kata lain, syariat (ibadah ritual), juga bukanlah satu-satunya jalan menuju hakikat kebenaran Tuhan. Bukan satu-satunya jalan untuk mencapai makrifat. Sebab, yang membawa kita pada kebenaran ilahiah adalah penghayatan dan pengalaman spiritual kita sendiri. Oleh karena itu—sebagaimana yang telah saya katakana tadi—ada seseorang yang bisa bertuhan tanpa beragama. Kaum demikian dikenal dengan istilah kaum “fideis”. Dalam hal ini akhirnya saya bisa berkata, adalah sebuah tindakan konyol bila ada kaum “syariatis” menganggap musyrik para penganut aliran kebatinan Jawa lantaran ibadah mereka tidak sesuai dengan yang semestinya diajarkan. Bagi saya hal itu (meminjam istilah Irshad Manji) adalah kesombongan spiritual atau (dalam istilah Ayu Utami) kecongkakan monoteisme. Sebuah keyakinan tidaklah bisa dipaksakan. Keyakinan tumbuh secara alamiah di hati tiap manusia. Sedangkan agama adalah alat yang menegaskan keyakinan yang telah ada itu. Apa pun agamanya. Tetapi tidaklah dibenarkan bila kita memaksakan sebuah agama kepada orang yang telah meyakini kebenaran agamanya, karena ia telah menerima agamanya sepenuh hati sebagai jalan mencapai kebenaran. Beberapa teman pernah bertanya (menguji) saya, “Kalau kamu memang membenarkan semua agama, kenapa kamu tidak pindah agama saja?” Saya menjawab tidaklah semudah itu. Apakah karena agama lain hanya beribadah seminggu sekali dan ritual yang diajarkannya relatif lebih mudah ketimbang ritual agama saya (yang dianggap berat) lantas saya berpindah agama? Tidak. Sebab saya telah menghayati Tuhan dalam agama yang saya anut dan justru saya nanti tidak menghayati Tuhan bila saya pindah ke agama lain. Tentang Tuhan dan sesuatu yang tak terjabarkan Begitu pula ketika ada orang yang berkata, “Tuhan seperti apa sih yang kamu sembah? Patung? Batu?” Lantas yang ditanya bertanya balik, “Bukanlah kamu kalau beribadah juga menghadap batu kotak warna hitam yang ada di jazirah arab?” Ia menjawab,” Tidak! Itu hanya sebagai pemersatu dan wasilah untuk menuju Tuhan.” Tepat! Seperti itulah yang juga dimaksud oleh yang ditanya. Cerita yang saya dengar dari kawan nonmuslim tersebut menyiratkan sebuah arti penting: kita tidak bisa menyederhanakan Tuhan begitu saja. Apa yang dikatakan kitab suci halanyalah gambaran Tuhan menurut agama pemilik kitab suci tersebut. Dengan kata lain, sebenarnya Tuhan lebih kompleks daripada itu. Apakah karena kitab suci (kata Dewi Lestari) mengatakan bahwa Tuhan itu Maha Esa, lantas kita gampang menyalahkan bahwa agama yang menyembah lebih dari satu tuhan adalah agama yang tidak benar? Bukankah kita tidak pernah bertemu dengan tuhan dan tidak pernah membuktikan berapa jumlah tuhan? Bagi saya tuhan itu berapa tidaklah penting. Apakah karena tuhan itu mewujud sebagai “sosok” lantaran ia ditunjuk dengan kata personal “aku”, lantas manusia dengan mudahnya menyama-nyamakan tuhan dengan sifat manusia (maha melihat, mendengar, penyayang, penyiksa, dan lain-lain). Sekali lagi, bagi saya, tuhan itu seperti apa tidaklah penting. Barangkali juga ada perlunya kita menyikapi tuhan sebagaimana sikap para penganut Budha dan Konghucu bahwa mereka tak mau memikirkan seperti apa tuhan karena tuhan memang tak bisa dijabarkan dengan akal manusia. Apakah ia berujud person atau hanya sebatas entitas yang mahatinggi. Sebagai seseorang yang tidak terobsesi dengan pahala dan dosa, saya tidak akan bersikap sok religius dengan sangat ketakutan terhadap ajaran yang saya percaya. Yang menjadi keyakinan saya, manusia tidak bisa dikatakan baik hanya dilihat dari akidah yang ia yakini dan ritual formal yang ia jalankan. Ia menjadi baik bila ia bermanfaat bagi sesama. Sebab, bukanlah tuhan yang memerlukan kita, tetapi manusia dan makhluk-Nya.
ditulis oleh: Royyan Julian

Rasisme Di Indonesia....Masih Ada???

Beberapa hari yang sangat telah berlalu, saya menghabiskan malam di depan PC Notebook saya hanya untuk membuka akun Facebook dan Twitter. Kemudian ada sebuah tweet dari teman saya bahwa Tri Rismaharini, Walikota Surabaya menjadi bintang tamu di acara Mata Najwa yang disiarkan oleh sebuah televisi milik petinggi sebuah partai politik di Bumi Pertiwi ini. Saya langsung bergegas menyalakan televisi. Saat itu, Najwa Sihab, sang tuan rumah acara mendengarkan penjelasan dari walikota yang menjadi walikota terbaik sedunia untuk bulan Februari versi sebuah laman internet di luar negeri. Baru pertama kali saya melihat acara ini. Kemudian saya dibawa oleh Najwa untuk melewati waktu dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan yang ajaib dan tanpa basa-basi. Pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan yang remeh hingga berani menanyakan hal yang bersifat pribadi dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada interviewee dan hak untuk menolak menjawab pertanyaan yang diajukan. Hingga pada menit-menit menjelang akhir, Tri Rismaharini yang dikenal sebagai wanita kokoh bahkan sempat membuat DPRD Surabaya bertekuk lutut karena ketegasan yang dibarengi dengan kejujurannya sehingga anggota parlemen merasa tidak diuntungkan atas keputusannya, bercerita tentang sebuah kisahnya dengan penduduknya yang merupakan seorang PSK sambil menangis. Bagaimanapun juga saya tahu bahwa menangis adalah hal yang humanis. Namun, semenjak saya mengikuti perkembangan Walikota Surabaya tahun lalu, baru kali ini saya melihat beliau menangis. Hal ini lantas membuat saya keesokan harinya mengunduh video acara ini lewat laman youtube. Salah satu video yang saya unduh adalah edisi “Mendadak Capres” yang menghadirkan Raja Dangdut, Rhoma Irama. Saya awalnya melihat video tersebut tanpa ada asumsi apapun, negatif atau positif. Ada kebenaran yang diungkapkan juga mengingat beberapa karyanya mennyiratkan ajakan untuk hidup damai walau dalam keberagaman, dan melakukan hal-hal baik lainnya. Namun saya mulai terperanjat saat beliau mengatakan “Ada sebuah desakan yang sangat serius dari kalangan politisi dan ulama. Kemudian ada rasa keterpanggilan karena ada anak bangsa yang lari jauh dari reformasi.” Pada detik ini saya mulai berpikir, mengapa beliau mengatasnamakan ‘ulama’ ? Apakah memang benar? Atau beliau hanya mengambil kata ‘ulama’ hanya karena segelintir ulama mendesak beliau? Kemudian beliau juga membawa nama umat Islam karena umat Islam adalah penduduk mayoritas Negara ini. Selain itu juga berkata “Ada suatu etnis yang tidak biasa berada di birokrat, sekarang berada di birokrat (mengacu ke etnis Tionghoa; Ahok, setelah ditanya Najwa) sehinga memunculkan kecemasan di kalangan umat Islam.” Pernyataan ini pun membuat saya bertanya-tanya dalam hati sambil tertawa. Apakah umat Islam Jakarta cemas karena Ahok jadi wakil gubernur? Bukankah mayoritas warga Jakarta juga Islam? Sehingga kemenangan Jokowi dan Ahok adalah sebuah representasi dari suara rakyat. Bila pun dikalkulasi, kalau semua umat Islam tidak memilih Jokowi dan Ahok, sedangkan agama lain memilihnya, saya pikir Jokowi tak akan jadi gubernur. Hal itu menandakan bahwa umat Islam di Jakarta pun mayoritas memilih Jokowi dan Ahok sebagai pemimpin mereka. Namun saya tidak mengerti mengapa Rhoma Irama begitu rasis. Apakah karena Ahok adalah etnis Tionghoa, atau karena seorang Kristen. Selain itu beliau juga menyatakan berbagai keinginannya dengan mengatasnamakan umat Islam (lagi) sebagai penduduk mayoritas Indonesia. Saya miris melihat jawaban ini. Maka bagaimana bila Rhoma Irama jadi Presiden? Mungkin saja beliau akan mengistimewakan Islam, atau mengusir masyarakat non-Islam dari Indonesia, atau bahkan mengganti nama Indonesia menjadi Al-Indunisiyya. Namun, jangankan jadi Presiden. Jadi calon Presiden yang ada di kertas suara pun nampaknya hanya tim suksesnya saja yang mau. Walaupun saya seorang Islam dan bukan etnis Tionghoa, tapi saya memiliki teman dari berbagai agama yang ada di Indonesia. Sayapun ikut merasa malu karena jawaban yang terkesan rasis dan membuat Islam seakan-akan menjadi agama yang ingin menang sendiri di Indonesia ini. Atau mungkin ada kaum yang berpegang “harus memilih pemimpin yang seiman”? tapi menurut pandangan ulama juga, hukum memilih pemimpin yang tak seiman tidak dilarang bila memang dia yang terbaik. Bodoh dong, kalau saya memilih seorang Muslim yang rasis untuk menjadi pemimpin sedangkan ada seorang Hindu yang tidak rasis dan mempunyai jejak rekam yang bagus, mengerti urusan tata negara, dan memihak rakyat. Bahkan dalam Mata Najwa pun, beliau mengaku belum mempelajari urusan tata negara karena percaya bahwa hal itu bisa dikejar dan juga pasti bisa dilakukan oleh menterinya. Bahkan, penyandang gelar Profesor dan Doktor dari Ilmu Hukum, Administrasi Negara, Sosial, Politik, Ekonomi, Kedokteran, Teknik, Psikologi, atau Teologi pun belum tentu bisa mengendalikan negara yang majemuk ini. Memang rasisme masih ada di negara ini. Membawa golongan juga masih ada walaupun memang semua penduduk berhak berserikat apalagi membentuk partai yang bertemakan satu agama dan justru tidak bertema Pancasila sebagai ideologi Indonesia. Mungkin penduduk pribumi masih ada yang tak suka dengan Tionghoa karena dulu saat masa penjajahan mereka suka cari perhatian ke penjajah agar tak dibunuh dan mendapat bayaran. Namun, tak semua Tionghoa melakukan itu. Apalaagi mungkin yang sekarang hidup adalah anak atau cucu pelaku pengkhianatan terhadap Indonesia pada masa penjajahan dulu. Selain itu fenomena belakangan ini akibat sejarah kelam masa lalu yang membuat beberapa oknum pribumi membenci etnis Tionghoa, membuat keturunan etnis tersebut terkadang juga mnejadi sasaran tindak kejahatan. Contohnya saja, preman di pasar yang melakukan pemalakan atau perampokan dengan cara halus kepada tuan toko etnis Tionghoa setiap hari. Kemudian juga mereka yang menjadi pengusaha penjualan emas, maka mereka merupakan sasaran utama. Apalagi pengusaha tionghoa yang berjas, nampaknya pengawalan harus ketat. Stigma masyarakat awam saat ini adalah China itu pelit. Padahal pelit bukanlah kasus yang berdasarkan ras. Pasti semua ras di dunia memiliki oknum-oknum pelit mereka sendiri. Namun memang kedisiplinan Tionghoa membuat kaum-kaum yang tak biasa dibentak dan disiplin membenci kaum Tionghoa. Bahkan kebaikan pun juga tidak bisa diterapkan dengan cara yang sama pada orang yang berbeda. Padahal, saya juga memiliki seorang sahabat keturunan Tionghoa yang bergama Kristen Protestan. Namun mereka malah sangat baik dan sering memberi sesuatu kepada kami. Namun kaum radikal, fanatik, dan paranoid pasti menganggap kebaikan ras atau agama lain adalah bentuk umpan agar mau mengikuti agama mereka. Padahal masalah iman itu menjadi tanggung jawab diri kita bagaimana kita bisa membentengi diri kita agar walaupun ibarat kata tubuh kita berada di dalam gereja, namun hati kita tetap kepada Tuhan yang kita sembah. Sedangkan manusia juga tak bisa memilih di rahim manakah mereka memasukkan roh ke dalam jasad. Sehingga ras bukanlah pilihan manusia. Warna kulit, orang tua, tempat kita lahir, kapan kita lhir, adalah hal yang tak bisa kita tentukan bahkan kita pesan. Maka rasis merupakan sebuah pengkhianatan kepada Tuhan yang telah membuat ras dan perbedaan itu ada di alam semesta ini. Kemudian untuk para pemimpin yang hanya ingin mencari kemapanan, rakyat walaupun tak pintar, tapi mereka bisa merasakan dan berpikir pemimpin mana yang mengasihi dan menyayangi mereka.
By evan prajongko on Maret 4, 2014

Nama-nama yang pernah singgah di Bumi Pertiwi

Sejarah Nama Indonesia By evan prajongko on Februari 15, 2014 Sebelum sebutan Indonesia resmi menjadi nama kepulauan tanah air kita, berbagai nama pernah singgah dalam kepulauan Tanah Air kita. Dalam catatan diary Fa Hian tahun 414 M, perantau bangsa tionghoa yang pertama kali datang kepulau ini : Bahwa asal-usulnya nama pulau jawa itu dari syairnya Ramayana, seorang Hindu (pujangga Rakawi Walmiki) dalam bahasa sansekerta yang telah hidup antara 300 SM dimana antara lain dalam syair itu telah menguraikan “Jawa Dwipa“, yang artinya : Jawa = pahala, dan Dwipa = pulau, sehingga Jawa Dwipa yang telah menjadi namanya pulau adalah membawa arti “pulau dari pahala” atau “pulau jasa“. Kemudian karena penyebutan ini Jawa Dwipa menjadi nama kepulauan Tanah Air kita. Dalam catatan perpustakaan India kuno kepulauan ini dinamai “Dwipantara“ dalam bahasa sansekerta Dwipa = pulau, dan antara = seberang/luar. Kemudian disalin dalam bahasa Majapahit menjadi “Nusantara”. Nusantara dikenal oleh para pedagang dari India, Arab, Persi dan Cina dengan sebutan Swarnadwipa (sansekerta) yang berarti “pulau emas” dan Sarondiba, Jaza ir al-Jawi (Arab). Nusantara kemudian menjadi nama resmi kepulauan Negara kita pada masa kerajaan Majapahit (1292-1478) namun berabad-abad selanjutnya nama Nusantara tenggelam seiring runtuhnya kerajaan Majapahit, barulah pada tahun 1920-an seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker yang dalam sejarah sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) salah seorang cucu adik Multatuli, memperkenalkan nama “Nusantara”. Nusantara semula bermakna kepulauan seberang/luar yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar jawa, dalam sumpahnya Gajah Mada dihadapan pertemuan agung di pendopo Majapahit yang dikenal dengan sumpah palapa “laman huwus kala Nusantara, isun amukti palapa” yang bermakna jika telah kalah pulau-pulau seberang (karena pada saat itu kerajaan Majapahit hanya meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah saja) saya menikmati palapa (istirahat). Secara historis, kepulauan yang bermakna kepulauan seberang oleh Dr. Setiabudi diberi pengertian nasionalistis dengan mengambil kata melayu asli “antara” maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa diantara dua benua dan samudera” sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara modern. Dr. Setiabudi mengambil nama Nusantara dari kitab Pararaton yaitu, kitab yang membahas sejarah para ratu Singosari hingga runtuhnya Majapahit (Naskah kuno zaman Majapahit tersebut ditemukan di Bali akhir abad-19, diterjemahkan J. LA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920). Kemudian karena tahu asal-usul nama Nusantara adalah sebutan bumi pertiwi dulu dan tidak mengandung kata “India” maka dengan cepat menjadi populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan untuk digunakan sebagai pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Sebelum nama Nusantara populer dimasa pergerakan kemerdekaan Indonesia, pernah seorang pujangga asal Belanda yang bernama Eduard Douwes Dekker (1820-1887) dengan nama samaran Multatuli menamakan Tanah Air kita “Insulinde” (kepulauan Hindia) (latin insula = pulau) dalam bukunya MAX HAVELOR tahun 1860, kemudian dipopulerkan oleh prof. P.J. Veth. Alasan multatuli memberi nama Insulinde karena jijik mendengar nama Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga menggambarkan bahwa kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis katulistiwa ditretes intan jamrud. Nama Indonesia Mulai Muncul Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia, Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka”, dan dataran Asia Tenggara dinamakan “Hindia Belakang” sedangkan kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman Belanda nama resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda). Nama Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan menyusuri sungai Indus. Kemudian pada tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama JOURNAL OF INDIAN ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA (JIAEA), dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah JIAEA. Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan dengan sebutan India yang lain. Dalam judul artikelnya “Embracing Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders”, Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai INDUNESIANS dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita dengan sebutan MELAYUNESIA (kepulauan melayu) daripada INDUNESIANS sebab MELAYUNESIANS sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita. James Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau menulis artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul “THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN ARCHIPELAGO” yang membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa Eropa disebut “Indian Archipelago” yang menurut Logan sangat panjang dan membingungkan. Melalui tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia Internasional “Mr. Earl Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian, which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan menyebut “Indonesia” pada kepulauan kita. Logan memungut nama Indonesia yang dibuang oleh Earl, dan huruf U (INDUNESIA) digantinya dengan huruf O agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan INDONESIA sampai sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah “INDONESIA” dengan alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71, artikelnya itu tertulis “…..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians”. (majalah JIAEA volume 4 tahun 1850, judul artikel “On the leading characteristict of the Papuan, Australian and malay-polynesian nations) Seorang guru besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Mempopulerkan nama “Indonesia” dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel” sebanyak lima volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880. Melalui buku bastian tersebut nama Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia, pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam “Encyclopedie Van Nederland-Indie”, tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969. Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan nama “Indonesia” sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti sebutan “Indonesier” (orang Indonesia). Nama Indonesia Menjadi Makna Politik Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang semula adalah istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para pemimpin pergerakan nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi makna politis. Karena istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai wujud identitas suatu bangsa yang telah bangkit dari cengkraman kolonialisme belanda yang mencapai kemerdekaannya, maka pemerintahan kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan mewaspadai istilah “Indonesia” itu. Orang Indonesia yang pertama kali menggunakan nama “Indonesia” adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda tahun 1913. Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “INDONESISCHE PERS_BUREAU”. Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama Indonesia semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan para ilmuwan. Seorang mahasiswa sekolah tinggi ekonomi (Handels hooge school), yang bernama Moch. Hatta mengusulkan agar organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di negeri Belanda untuk diubah yang semula bernama INDISCHE VEREENIGING yang didirikan pada tahun 1908, menjadi INDONESISCHE VEREENIGING (perhimpunan Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula bernama “HINDIA POETRA” diganti dengan nama “INDONESIA MERDEKA”. Alasan Moch. Hatta berinisiatif mengganti nama organisasi dan majalah dengan istilah Indonesia termuat dalam majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang akan datang mustahil disebut Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat menumbuhkan kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.” Di dalam negeri berbagai organisasi pun muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi yang pertama kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan “INDONESIA” . Organisasi Indonesische Studie Club tahun 1924 didirikan oleh Dr. Soetomo Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1924 Organisasi INDONESISCHE PANVINDERIJ (NATIPIJ) tahun 1924, Organisasi kepanduan Nasional yang didirikan oleh Jong Islami Ten Bond. Penetapan Nama Indonesia Sebutan INDONESIA semakin populer di dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Nasional setelah nama “INDONESIA” dinobatkan sebagai nama Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada “kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia” pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut “SOEMPAH PEMOEDA”. Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto Hadi Kusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “NEDERLANDSCH-INDIE” (Hindia Belanda) tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk mengganti didalam perundang-undangan sebutan “NEDERLANDSCH-INDIE” dengan INDONESIA; dan INBOORLING, INLANDER, INHEEIMSCHE dengan INDONESIER tetapi selalu mengalami kegagalan, dimana pihak koloni Belanda selalu mendasarkan keberatannya atas dasar pertimbangan “Juridis”. Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam surat menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940). Sebutan “Hindia Belanda” lenyap ketika bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada tanggal 8 Maret 1942 dan berganti sebutan “TO-INDO” (India Timur). Tidak lama bala tentara Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan kekuasaan Jepang. Lalu pada tanggal 17 agustus 1945 muncul lebih kuat dengan dicantumkannya dalam proklamasi bangsa Indonesia, dan pada tanggal 18 Agustus 1945, berdirilah Negara Republik Indonesia.

Memahami yang Tersirat dari yang Tersurat

Memahami yang Tersirat dari yang Tersurat

Masyarakat Nusantara beberapa abad lalu yang mendiami kepulauan dari Sumatera hingga Papua memiliki beragam kearifan lokal. Kearifan lokal yang beragam itu mereka wariskan kepada keturunan mereka. beberapa di antara kearifan lokal yang mampu diwariskan, masih bisa kita rasakan hingga saat ini. Beberapa di antaranya adalah kuliner, pusaka, pakaian adat, bangunan, nasehat, dan dongeng.
Sayangnya, leluhur masyarakat Jawa yang menjunjung tingkah laku dalam tutur kata yang halus, terkadang menyembunyikan kata-kata frontal dalam kata-kata kiasan seperti “batok isi madu” (tempurung berisi madu). Namun terkadang penutur kata-kata kiasan itu membuat penerima pesannya ‘menelan’ mentah-mentah pesan tersebut. Kesalahan itu diteruskan hingga membuat manusia masa kini juga sulit menelaah kebenaran yang sesungguhnya.
Contoh yang terjadi dalam umat Islam adalah kisah Syekh Siti Jenar pada masa Wali Sanga. Banyak masyarakat jaman sekarang yang mungkin masih menganggap bahwa beliau menganggap dirinya Tuhan karena beliau pernah berkata kepada jemaatnya bahwa, “Tuhan, adalah aku. Aku adalah Tuhan.” Bila kita mentah-mentah menerima kalimat itu, pasti akan terhenyak dan menganggap bahwa beliau menganggap dirinya Tuhan. Hal ini karena kita tidak bisa mengetahui secara langsung apa yang terjadi dan tidak melihat bagaimana beliau menyampaikan kalimat itu. Kalau beliau saat menyebut kata “aku” menunjuk dirinya dan pada saat menyebut “Tuhan” menunjuk ke atas, maka Syekh Siti Jenar sedang mengucapkan sebuah kiasan.
Hal ini karena dalam Islam juga disebutkan bahwa jarak Tuhan dari umatnya adalah lebih dekat daripada jarak urat nadi. Hal itu dapat berarti bahwa Tuhan ada dalam diri manusia. Mengalir dalam darah yang membuat seburuk-buruknya manusia, pasti memiliki sebuah kebaikan. Kebaikan inilah yang datang dari Tuhan. Namun jemaat Syekh Siti Jenar belum menangkap maksud beliau sehingga justru menyembah beliau. Nahasnya lagi Syekh Siti Jenar tidak meluruskan hal yang demikian. Bila dianalogikan dengan jaman sekarang ini, apa yang dilakukan beliau adalah seperti seorang guru besar suatu perguruan tinggi yang menyampaikan orasi ilmiah dengan bahasa kaum intelektual padahal ia sedang berhadapan dengan kaum sudra.
Dalam salah satu kitab Hindu, Bhagavad Gita, diceritakan bahwa Sri Krisna yang merupakan avatar dari Bathara Wisnu menjelaskan kepada Arjuna. Dalam diri manusia ada sifat ketuhanan. Namun sifat itu dibalut dengan raga dan nafsu manusia sehingga terkadang tak nampak. Bisa dikatakan seperti hati nurani atau badan halus manusia. Hal demikian terjadi bila manusia melakukan kebaikan dengan didorong hati nurani murni, maka pada saat itu pula muncul Tuhan di dalam diri manusia. Maka hal itu diibaratkan bahwa ada Tuhan dalam diri manusia.
Kemudian kesulitan manusia untuk memahami apa yang tersirat dari yang tersurat juga muncul dan dipercayai. Salah satu contoh adalah legenda-legenda di Indonesia. Beberapa danau atau telaga di Indonesia terlebih di pulau Jawa, memiliki cerita asal-usul yang mirip. Walaupun sebagaimana kita yang terpelajar tahu bahwa danau dan telaga adalah fenomena alam yang tak lepas dari kuasa penggerak roda kehidupan di alam semesta. Cerita dari terjadinya telaga dan danau pada intinya adalah ada seorang pertapa yang memiliki sebuah pusaka yaitu keris. Keris itu tidak boleh disentuh atau berada di pangkuan seorang gadis. Namun kelak keris itu tersentuh gadis dan masuk ke tubuh gadis. Lalu gadis itu mengandung dan melahirkan ular naga atau ular, atau anak yang bersisik ular. Anak itu walaupun baik, namun kerap dicerca oleh orang-orang. Hingga suatu ketika, anak itu mengadakan sayembara dengan menancapkan lidi di tanah dan menantang orang lain untuk mencabut lidi itu. Karena tak seorang pun yang bisa mencabut, akhirnya anak itu mencabut lidi dan muncullah air dari bekas dicabutnya lidi. Kemudian jadilah telaga atau danau.
Bila dicermati, maka akan muncul penjelasan yang dapat diterima nalar seperti ini. Ada seorang pemuda terpikat oleh gadis. Namun karena dorongan nafsu jahat, mereka melakukan hubungan intim (keris adalah lambang kejantanan yang berarti alat kelamin pria). Kemudian gadis itu hamil dan melahirkan seorang anak. Anaknya tidak bersisik ular. Sisik ular yang dimaksud dalam legenda itu adalah kekotoran. Secara awam, dapat disebut anak haram. Kemudian anak haram itu dicerca, padahal anak haram itu tidak jahat. Anak haram itu bisa menjadi orang yang baik dan bermanfaat bagi orang lain (dianalogikan air) yang akhirnya membuat orang-orang tersadar akan kebaikannya (dianalogikan dengan orang-orang tenggelam). Penutur kisah ini ingin menyampaikan bahwa seharusnya walaupun manusia dicerca dan disepelekan, namun mereka tidak boleh membalas dengan keburukan melainkan harus tetap menjalankan kebaikan. Sayang, karena akal beberapa manusia belum masuk dan paham, justru dari cerita ini ada beberapa yang menanggapi bahwa bila ada yang meremehkan, maka harus dibalas dengan cara balas dendam seperti anak tadi yang menenggelamkan orang-orang.
Hal ini mungkin juga dapat ditemukan dari legenda asal mula terjadinya Reyog Ponorogo. Tari kolosal dengan salah satu topeng terbesar dan terberat di dunia namun hanya disokong dengan kekuatan gigi ini dikisahkan sebagai sindiran seorang demang Ketut Suryongalam atau Ki Ageng Kutu terhadap Raja Brawijaya V yang terlalu memuji dan memuja istrinya, Putri dari Campa yang beragama Islam. Hal ini dilambangkan dengan topeng Reyog berupa singa yang dinaiki merak. Ki Ageng Kutu yang memerintah Kerajaan Wengker pada saat itu akhirnya tercium gelagatnya oleh Raja Brawijaya V. Akhirnya beliau memerintahkan anaknya yaitu Lembu Kanigoro yang saat itu sedang berada di Demak karena kakaknya adalah seorang raja bergelar Raden Patah di sana, untuk menumpas Ki Ageng Kutu. Hal itu juga diboncengi oleh kepentingan Raden Patah untuk menyebarkan Islam di daerah Wengker. Akhirnya Ki Ageng Kutu dikalahkan Lembu Kanigoro yang kemudian memberi gelar kepada dirinya sebagai Bathoro Katong. Nama Bathoro diambil untuk meredam amuk warga yang beragama Hindu. Kemudian rakyat di sana percaya bahwa Bathoro Katong adalah titisan Bathara atau Dewa sehingga lama-lama memeluk agama Islam. Bagi Ki Ageng Kutu, Raja Brawijaya V bersalah. Namun, di mata Raja Brawijaya V, Ki Ageng Kutu juga bersalah karena melakukan suatu pemberontakan. Daerah yang ditaklukkan Bathoro Katong sekarang bernama Ponorogo. Kemudian dalam misi penyiaran agama Islam, Ki Ageng Mirah yang merupakan seorang pengikut, patih, dan sahabat Bathoro Katong menambahkan bumbu sendratari dalam Reyog sehingga menghasilkan sebuah cerita lamaran Prabu Klanasewandana kepada Dewi Sanggalangit dari Kediri yang dihadang Singobarong (Barongan pada Reyog) yang jahat. Akhirnya seperti kisah-kisah lainnya, kebaikan megalahkan kejahatan.
Karena ada kecerdasan mencari padanan kisah fiksi dan menghubungkan dengan peristiwa, tempat, atau keadaan pada masa itu, menjadikan kisah fiksi itu seakan-akan sangat nyata. Hal ini juga membuat pada saat ini pun banyak manusia yang mempercayai bahwa pada jaman dahulu ada seorang manusia berkepala singa. Padahal bila kita amati, Dhadhak Merak (sebutan barongan untuk Reyog) tidak terdiri dari dua hewan saja, tetapi ada tiga. Merak, Singa dan Harimau. Bagaimana bisa? Lihatlah kepala Dhadhak Merak. Bila dikatakan singa, kulitnya loreng seperti harimau. Bila dikatakan harimau, ia memiliki rambut seperti singa.
Namun sebenarnya di balik semua itu dan juga bila ada pembaca yang tidak setuju dengan saya karena masih percaya dengan manusia berkepala singa, misalnya, para leluhur kita selalu menyampaikan pesan kebaikan untuk kita agar selalu melakukan kebaikan. Sayangnya lama-lama cerita mereka hanya menjadi dongeng pengantar tidur yang sulit dipahami apa saja makna yang tersirat di balik kisah yang tersurat. Inti dari kemauan mereka adalah, dalam kehidupan ini, manusia hendaklah selalu berbuat kebaikan walaupun dunia ini pun tidak baik kepada kita karena kebaikan dan kejahatan akan selalu ada hingga alam semesta ini tiada.

Perbedaan Meditasi dan Berdoa

Perbedaan Meditasi dan Berdoa

Teori Penyebab Misteri Segitiga Bermuda

Teori Penyebab Misteri Segitiga Bermuda

FILSAFAT ANGKA DAN NUMEROLOGI

Filsafat
Secara etimologi atau asal-usul kata, berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosopia dengan suku kata philos, artinya cinta dan sophos, artinya bijaksana. Jadi, secara harfiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan, cinta ilmu, cinta hikmah.
Filsafat juga diistilahkan dengan falsafah. Namun kata filsafat lebih dibakukan, misalnya Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Sedangkan semantik atau makna kata, filsafat mempunyai arti sebagai suatu pandangan hidup (way of life), ajaran dan cara berfikir tentang sesuatu hal dengan mendalam, radikal, menyeluruh dan meliputi segala sisi. 


Filsafat Angka
Pemikiran filsafat mengenai angka. Diajarkan oleh Pythagoras pada akhir abad ke-4 Sebelum Masehi dengan bertolak dari filsafat, matematika, moralitas dan spiritualitas. Paradigma dari filsafat angka adalah bahwa segala sesuatu tidak terlepas dari angka-angka. Tidak ada satu pun hal di alam semesta ini tanpa ukuran matematis karena sesungguhnya alam semesta itu sendiri tersusun secara matematis, dengan angka-angka yang akurat. Bahkan filsafat angka Pythagoras menyimpulkan, bahwa angka-angka merupakan intisari dari segala apa yang ada di alam semesta.


Pythagoras
Pelopor filsafat angka yang lahir di Samos, Yunani pada tahun 580 Sebelum Masehi dengan ayah bernama Mnesarchus dan ibu bernama Pythais. Pythagoras juga dikenal sebagai ahli matematika, musik, astronomi dan pemimpin spiritual yang mengajak para pengikutnya untuk membersihkan jiwa dari nafsu kotor dan jahat.


Numerologi
Adalah ilmu mengenai angka-angka dan pengaruhnya pada kehidupan, terutama pada perjalanan nasib kehidupan seseorang. Setiap peradaban yang sudah maju mengembangkan numerologinya secara khas dengan memiliki suatu sitem yang khas pula, namun berlandaskan pemikiran yang sama bahwa angka-angka memiliki makna serta mempengaruhi kehidupan. Di Jawa, numerologi dikenal dengan istilah petungan atau neptu. Sedangkan masyarakat Cina mengembangkan fengshui yang di dalamnya juga menyangkut ilmu angka.


Numerologi Pythagoras
Adalah numerologi yang berlandaskan pada ajaran filsafat angka Pythagoras. Numerologi Pythagoras itulah yang dikenal dan berkembang di masyarakat Barat (Eropa dan Amerika), hingga selanjutnya di zaman modern sekarang ini diterapkan oleh para ahli numerologi di seluruh dunia. Sehingga ketika menyebut numerologi, maka tidak lain ya merujuk pada numerologi Pythagoras.
Dalam sistem numerologi ini digunakan cara kerja meliputi angka nasib, amgka getaran awal, periodesasi, tahun pribadi dan bulan pribadi, angka ambisi, angka penampilan dan angka kepribadian, serta tabel intensitas.

Angka Penampilan
Angka penampilan adalah angka yang diperoleh berdasar penambahan huruf-huruf mati (konsonan) di dalam nama seseorang. Angka penampilan mencerminkan suatu watak atau karakter seseorang.
Angka Ambisi
Angka ambisi adalah angka yang diperoleh berdasar penambahan huruf-huruf hidup (vokal) di dalam nama seseorang. Angka ambisi mencerminkan keinginan-keinginan yang sangat kuat dalam diri seseorang.

Angka Kepribadian
Angka kepribadian adalah angka yang diperoleh berdasar penambahan huruf-huruf mati dan huruf-huruf hidup di dalam nama seseorang. Angka kepribadian mencerminkan totalitas watak kepribadian seseorang, baik yang tampak dari lahirnya maupun tersimpan dalam dirinya.

Tabel Intensitas
Tabel intensitas adalah tabel yang memperlihatkan seberapa banyak suatu angka tertentu muncul atau suatu angka tertentu tidak muncul dalam nama seseorang. Tabel intensitas dapat menjadi cermin kekuatan-kekuatan yang paling menonjol dan potensi-potensi yang kurang atau tidak dimiliki seseorang. Tabel ini digunakan untuk melihat rincian ihwal derajat pengaruh dari getaran angka-angka yang ada.

Angka Nasib
Angka nasib adalah angka yang diperoleh berdasar penambahan tanggal, bulan dan tahun kelahiran seseorang. Angka nasib ini mencerminkan watak, sifat, karakter dan peruntungan maupun segala aspek kehidupan lainnya sepanjang hayat dikandung badan. Angka Nasib menempati posisi sangat mendasar, utama dan penting dalam konfigurasi angka. Angka ini bertalian langsung dengan periodesasi sehingga posisinya juga sentral bersama angka nasib. Rumus Angka Nasib = Tgl lahir + Bulan lahir + Tahun lahir

Angka Getaran Awal
Angka getaran awal adalah angka berdasar tanggal lahirnya seseorang tanpa mengikutkan bilangan bulan dan tahun kelahirannya. Angka getaran awal ini memberikan petunjuk mengenai pengaruh yang ada atas getaran tersebut dan bagaimana perimbangannya dengan angka-angka lain.


Periodesasi
Periodesasi merupakan pembagian tahap-tahap perjalanan hidup seseorang, yang masing-masing tahap mempunyai kekuatannya sendiri. Perjalanan hidup seseorang dibagi dalam empat tahap. Penetapan tahap pertama ditentukan dengan rumus 36 dikurangi angka nasib.Angka 36 ditetapkan sebagai postulat untuk menetapkan kunci penghitungan tahap pertama berasal dari perkalian empat dan sembilan. Empat menunjukkan jumlah tahap kehidupan seseorang, sedangkan sembilan merupakan angka tertinggi dan dijadikan interval atau selang waktu konstan dalam tahap kedua dan tahap ketiga.
Tahap pertama dihasilkan dari tanggal lahir ditambah bulan lahir. (Tgl lhr + Bln lhr).
Tahap kedua dihasilkan dari tanggal lahir ditambah tahun lahir. (Tgl lhr + Thn lhr).
Tahap ketiga merupakan penambahan tahap pertama dan kedua. (Tahap 1 + Tahap 2).
Tahap keempat dihasilkan dari bulan lahir ditambah tahun lahir. (Bln lhr + Thn Lhr).

Tahun Pribadi 
Tahun pribadi menunjukkan keadaan-keadaan yang mungkin terjadi dalam tahun kini karena pengaruh getaran angka tertentu. Ini harus dilihat dengan perimbangan angka-angka lainnya. Angka tahun pribadi diperoleh dari tanggal lahir ditambah bulan lahir ditambah tahun kini bersangkutan (Tgl lhr + Bln lhr + Thn Kini).

Bulan Pribadi
Bulan pribadi menunjukkan hal-hal apa yang paling penting untuk dilakukan dan yang harus dihindari dalam suatu bulan karena pengaruh getaran angka tertentu. Perhitungan bulan pribadi didapat dari bulan aktual masing-masing (Januari hingga Desember) ditambah tahun pribadi (Bln aktual + Tahun Pribadi).

Jumat, 15 Mei 2015

SEJARAH DAN PERISTIWA: ASMA ASMA ALLAH

SEJARAH DAN PERISTIWA: ASMA ASMA ALLAH: Di dalam Asmaul Uzma ada Rahasia, Keajaiban, Keistimewaan, Kekuatan  dan Khasiat untuk bermacam problem kehidupan. Asmaul Husna adalah ba...