Senin, 29 September 2014

KONSEP MANUSIA MENURUT AL QUR'AN

KONSEP MANUSIA MENURUT AL QUR'AN
Oleh : A. Kurniawan

Pendahuluan
Bila berbicara tentang manusia berarti berbicara mengenai sesuatu yag unik dan menarik, karena akan menyangkut berbagai aspek dan dimensi. Disamping sebagai makhluk individu, manusia juga adalah makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlagsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi. Dalam kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu diiringi dengan proses interaksi atau komunikasi, baik interaksi dengan alam lingkungannya, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhannya, baik itu disengaja atau tidak disengaja.
Sebagai makhluk individu, manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Manusia memiliki rasa dan akal yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan fisik, mental dan pengalamannya. Mausia memiliki berbagai macam kebutuhan, kebutuhan biologis dan kebutuhan psikologis yang harus dipeuhinya demi kelangsungan hidupnya. Manusia memiliki potensi dasar yang dibawanya sejak lahir. Potensi ini akan terus berkembang seiring dengan perkmbangan dirinya. Salah satu potensi manusia adalah kemampuan bereksistensi. Kemapuan bereksistensi inilah yang membadakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kemampuannya ini manusia dapat menjadi manager terhadap lingkungannya.
Pendefinisian tentang manusia serta asal-usul tentang manusia sudah sejak alama dipikirkan manusia dari zaman ke zaman. Aristoteles berpendapat bahwa manusia adalah hewan yang berakal. Rene Descrates memberikan batasan ”...saya berpikir, maka saya ada”. Pendefenisian tentang manusia itu diberikan sesuai dengan latar belakang ilmu yang ditekuninya.

Konsep Manusia dalam Pandangan Ilmu Pengetahuan
Dalam biologi, manusia merupakan salah satu komponen dari sistem kehidupan alam yang menyeluruh. Semenjak bumi terbentuk, berlangsunglah proses pembentukkan hidup dari unsur-unsur kimia yang ada di bumi sebagai hasil proses alami. Diperkirakan bahwa kemudian terbentuk unit hidup berupa sel yang kelak menjadi organisme yang terdiri dari unit-unit tersebut.
Keadaan alam selalu berubah, sehingga untuk menjaga kelangsungan hidupnya, organisme perlu melakukan perubahan-perubahan yang bersifat adaptif terhadap alam. Sehingga seleksi alam akan menghasilkan berbagai ragam bentuk organisme yang terdiri dari unit-unit tersebut.
Keadaan alam selalu berubah, sehingga untuk menjaga kelangsungan hidupnya, organisme perlu melakukan perubahan-perubahan yang bersifat adaptif terhadap alam. Sehingga seleksi alam akan menghasilkan berbagai ragam bentuk organisme.
Manusia merupakan hasil dari seleksi alam yang bersifat adaptif terhadap alam tempat hidupnya. Meskipun manusia masih mengalami seleksi alami pada unsur biologinya, terdapat unsur lain yang dapat menguranginya yaitu peradaban dan kebudayaan. Timbul pertanyaan yang tentang budaya sehubungan dengan seleksi ala mini: ”budaya manusia yang telah mengarah ke jurusan yang tidak sesuai dengan seleksi alam akan membawa kepunahan? Ataukah perkembangan budaya semacam itu akan membawa manusia pada kelanggengan, yang berarti menguasai alam dengan ilmu pengetahuan dan teknologi?”.
Konsep manusia dalam antropologi, ialah melihat manusia sebagai mahkluk antropos yang memiliki unikum-unikum dan salah satu diantaranya adalah bahwa manusia menciptakan budayanya. Pada giliarannya budaya yang diciptakan manusia akan memberikan dampak bagi kehidupannya dan konsep mengenai manusia itu sendiri.
Konsep mengenai manusia tidak bisa digeneralisasi sepanjang berkaitan dengan masalah manusia dan budaya yang disandangnya. Manusia dapat benar-benar bermakna sebagai manusia bilamana ia bisa menampilkan kemampuannya mewariskan nilai-nilai ataupun ide-ide dalam budayanya pada generasi penerus dan sekaligus mampu merekam apa yang pernah diperolehnya dari generasi sebelumnya.
Menurus sosiologi, manusia harus dilihat dalam pertalaiannya dengan orang lain, dan bahwa cara hidup dan cara berfikirnya dipengaruhi dan diarahkan oleh adanya kelompok yang beradat dan kebudayaannya, dilingkungan tempat ia hidup sebagai anggotanya.
Manusia yang berkelompok inilah yang menjadi pokok perhatian sosiologi dann bukan perseorangan yang terpencil. Karena hanya dengan berkelompok manusia menjadi sempurna, karena manusia akan berbahasa, beradat dan berkebudayaan. Artiya manusia mempunyai tata cara dalam segala segi hidupnya yang disukai atau dihargai oleh kelompoknya maupun kelompok lainnya. Manusia yang hidup dalam masyarakat atau kelompok harus mengorbankan atau memberikan sebagia kebebasan pribadinya sebagai anggota masyarakat atau kelompok. Dan selanjutnya sembari menyesuaikan diri, manusia itu akan menerima perlindungan dari masyarakat atau kelompoknya itu.
Manusia moderen, dengan pertumbuhan akalnya akan selalu bergerak mencoba melepaskan diri dari aturan adat kelompok dan masyarakat tempat ia hidup. Sedangkan kebudayaan merupakan alat penyesuaian manusia kepada masyarakat atau kelompok. Sehingga bilamana seseorang anggota patuh dan dapat memenuhi tuntutan-tuntutan adat kelompoknya, maka ia akan mendapat hidup dengan aman dalam kelompoknya. Dan sebaliknya, bilamana seseorang tidak patuh dan tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan adat kelompoknya, maka ia akan terkucil dari lingkungan kelompoknya atau ia akan mencari kebebasan dengan meninggalkan kelompoknya.
Psikologi memandang manusia sebagai suatu individu yang unik. Karena setiap manusia sebagai individu memiliki aspek-aspek kepribadian yang khas, yang lain dari yang lain. Sehingga membedakan satu individu dengan individu yang lainnya. Walaupun terdapat faktor-faktor tertentu yang sama pada manusia, tetapi pada kenyataannya manusia yang satu akan berbeda dengan manusia yang lainnya. Galton menyebutkan dengan Individual Differences (Dirgagunarsa, 1978:11).
Psikologi berusaha memahami, menguraikan dan menggambarkan tingkah laku dan kepribadian manusia beserta dengan aspek-aspek kepribadian yang bersifat menetap dalam diri manusia dan menjadikan ciri khas bagi manusia sebagai individu. Salah satu aspek kepribadian itu antara lain: sikap keterbukaan. Sikap keterbukaan yaitu sikap terbuka terhadap dunia luar, sikap mau memahami perasaan orang lain, sikap mau mendengar dan menerima pendapat orang lain.
Psikologi mempersoalkan aktivitas (tingkah laku) manusia, baik yang teramati (behaveaorisme) maupun yang tidak teramati (psiko analitis). Karena segenap tingkah laku manusia selalu mempunyai latar belakang psikologis. Aktivitas-aktivitas itu antara lain yaitu: perhatian, pengamatan (menyangkut penginderaan), tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, perasaan, dan motif (kemauan).

Konsep Manusia Menurut Al-Qur’an
Konsep manusia dalam Al-Qur’an sangat jelas. Hal itu dapat dilihat pada QS. 3: 59, QS. 6: 2, QS. 15: 28, 33, QS. 30: 20, QS. 32: 7, QS. 35: 11, QS. 40: 67, QS.40: 67, QS. 55: 14, QS. 71: 17, dan masih banyak lagi yang lain. Dapat disimpulkan bahwa raga yang dimiliki manusia materinya terdiri atas saripati yang kemudian diberi ruh kehidupan.
Khusus mengenai penciptaan manusia itu pada tingkat awalnya melewati proses yang tidak bisa dieksperimenkan dengan apapun. Dan periode berikutnya dari proses penciptaan manusia itu digambarkan oleh surat Al-Mukmin ayat 12-14. Semua bentuk biologi merupakan perujudan Ilmu Allah yang seluruhnya berada dalam posisi Hablum Minallahwahalun minanl’alam. Kesemuanya sudah sejalan dan tunduk dengan Ilmu Allah (sunatullah). Karena alam semesta merupakan bahasa ungkapan untuk budaya, maka seperti halnya alam semesta yang telah ataina thai-’iin, begitu juga hendaknya dengan kehidupan manusia. Demikianlah satu suatu budaya telah berada dalam posisi Hablum minallah wahablum minannas. Kehidupan Al-Qur’an yang direfleksikan dalam kehidupan para rosul Nya yang berposisi Hablun minallah wahablun minal’alam ataupun hablun minallah wahablun minannas merupakan turunan dari Ilmu Allah pembimbing alam semesta,’tanzillum mirobbil ’alamiiin’.
Selanjutnya raga memanifestasikan diri sebagai nafs yang berfungsi sebagai pemelihara dan mempertahankan hidup biologisnya, mulai dari proses metabolismenya sampai dengan proses naluriahnya.
Untuk menentukan segala sesuatunya, Allah telah memberikan takdir atau ukuran pada setiap perangkat yang dipunyai oleh setiap makhluk hidup yang bersifat konstan yang tak dapat diubah oleh siapapun. (QS. 7: 34, QS. 25: 2, QS. 26: 80, QS. 3: 154, QS. 12: 67). Takdir inipun diberikan kepada makhluk hidup lain selain manusia, termasuk juga kepada bumi, bulan, matahari serta alam semesta. Takdir inilah yang memberikan perbedaan antar makhluk. Hal ini dapat dimengerti bahwa masing-masing mempunyai fungsi dan peran yang berbeda-beda.
Selain mempunyai raga, manusia juga mempunyai ruh. Kedua perangkat inilah, raga dan ruh, yang membentuk diri manusia. Akal yang dimiliki manusia hanyalah salah satu fungsinafs, bukan berdiri sendiri. Berfungsinya akal senantiasa terkait pada struktur raga, yaitu otak. Inilah wujud wahana yang bisa ditempati oleh ruh, Wahana inilah yang akan mati (QS. 3: 185, QS. 21: 35, QS. 29: 57), sedangkan ruah akan kembali kepada NYA sebagai pemilik yang sah (QS. 2: 56, QS. 6: 36), yang menuju kepada kehidupan akhirat (QS. 2: 28).
Apabila takdir menentukan raga, maka fitrah mewarnai ruh. Fitrah manusia adalah mengabdi kepadaNya (QS.     :   ), beriman, beragama tauhid (QS. 30: 30). Dalam kegiatan keseharian ruh ini memanifestasikan diri sebagai qolb yang bisa diartikan sebagai benang merah yang menghubungkan manusia dengan penciptanya, Allah, sehingga qolb tidak akan pernah berbohong.
Kadang terjadi ketidak selarasan antara nafs dan qolb. Hal ini disebabkan fungsi nafsadalah mempertahankan biologis, sedangkan qolb berfungsi mempertahankan fitrahnya, kehidupan spriritualnya, menundukkan diri keharibaanNya. Dengan demikian meskipun manusia tinggal dan hidup di dunia ini, dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk akherat yang spiritual, yang sedang mengembara, dalam perjalanan menuju kehidupan abadinya (QS. 6: 2, QS. 7: 11, 12, QS. 15: 26). Manusia harus senantiasa mempertahankan hidupnya di dunia untuk mencapai kehidupan akheratnya (QS. 28: 77).

Tugas dan Kedudukan Manusia menurut Al-Qur’an
Adakah kita telah menyadari bahwa diri kita ada di muka bumi ini tidaklah diciptakan secara kebetulan? (QS. 3: 191). Tetapi dengan kehendak, rencana serta perhitungan dari sang pencipta. Dalam Surat Al-Baqarah: 30, dijelaskan :
”Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; ”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: ”mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya serta saling menumpahkan darah (sesama mereka)? Sedangkan kami telah siap bertasbih dan memuji dan mensucikanMu? Tuhan berfirman; ”Sesungguhnya Aku akan mengilmu sesuatu yang akan kalian ilmu”.

Siapakah yang akan menjadi khalifah? Apa tugas khalifah? Dalam ayat selanjutnya dari surat Al-Baqarah tersebut dinyatakan bahwa yang akan menjadi khalifah fil ardh adalah manusia daam hal ini adalah Adam. Tugas Adam yang pertama adalah menerima suatu ilmu dari Allah yang bernama Al-Asma. Dengan ilmu yang telah didapatnya itu Adamdiperintahkan atau diberikan tugas untuk membuat suatu kehidupan budaya yang bagaikanJannah (kebun), yaitu suatu kehidupan budaya seperti yang dijelaskan dalam surat Ar-Rahman ayat 46-78.
Sebagai khalifah, kepada manusia diberikan dua alternatif pilihan seperti dijelaskan dalam surat Al-Balad ayat 10 :
” Dan kami ajarkan kepadnya Al-Quran yang mempunyai dua sudut memandang”.
                                                            (terjemah bebas QS. Al-Balad : 10)
Yaitu pilihan kehidupan NUR atau kehidupan ZHULUMAT (QS. Al-Maidah:1). Dan kepada manusia diberikan hak untuk memilih satu diantara kedua alternatif itu dengan resikonya masing-masing.
Allah tidakmenjadikan dua hati dalam rongga dada (hati) seseorang, begitu juga dengan dengan alternatif hidupnya...”
                                                            (Terjemah bebas QS. Al-Ahzab:4)
Melihat dari sudut pandang inilah, maka malaikat mengajukan pertanyaan kepada Allahtentang khalifah seperti yang dijealskan dalam surat Al-Baqarah ayat 30. karena diberikan hak memilih ini maka akan timbul perbedaan dan perselisihan yang akan mengakibatkan kehancuran dan kehancuran di muka bumi. Jika ditinjau dari makna bahasa ’khalifah’, merupakan isim mashdar dari tiga huruf pokok ’kholafa’, yang berarti berselisih, berbantahan..
Jadi kemantapan hidup manusia itu hanya ada dua kemungkinan, yaitu ”ya” atau ”tidak”, tidak ada pilihan ketiga. Dan diharapkan kepada manusia adalah dzikrun yakni hidup sadar menurut ajaran Allah sebagai reaksi dari Uli Albab yang merupakan kelanjutan tafakkaruyang berarti AL-Quran telah memenuhi alam pikiran, ’tahu dan merasai’. Dalam surat Az-Zumar ayat 23 diistilahkan sebagai taqsyairru.
Manusia yang telah mencapai taqsyairru ini apabila dikemukakan Al-Qur’an padanya, maka ’bulu romanya akan tegak, karena darahnya melonjak ke seluruh tubuhnya’. Seluruh kesadarannya akan selalu dihiasi oleh Al-Quran. Inilah inti dari IMAN.

Tujuan penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an
Saat kita merebahkan diri di pembaringan, adakah talah kita sadari apa tujuan hidup ini? Dari mana dan mau kemana kita?
”Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat ia akan lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar”.
                                                            (Terjemahan bebas QS. Bani Israil:72)
Sebagai manusia yang tak lepas dari nafsnya, tentunya inginkan kehidupan yang bahagia, hidup yang enak dan serba berkecukupan, serba enak dan bahagia, hanya saja bagaimana cara mendapatkannya? Apakah telah sesuai dengan tujuan penciptaan kita sebagai manusia? Apakah telah sejalan dengan kehendaknya? Sudut selarasnya dengan tujuan penciptaannya?
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Din Allah, (tetapkanlah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Din yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
                                                            (Terjemah bebas QS. Ar-Ruum: 30)
Tentunya tujuan hidup yang terulang dalam cita-cita kita tidak akan sepicik seperti penggalan kalimat yang telah disebutkan di atas tadi. Dan menjadi pemikiran kita, apakah kita sudah menyelaraskan cita dan cinta kita dengan tujuan penciptaan manusia. Untuk menyelaraskan cita dan cinta kita dengan tujuan penciptaan manusia. Untuk menyelaraskannya tentunya kita harus mengetahui apa tugas dan peranan manusia, yaitu mengabdi kepadanya (QS. 51: 56), menjadi wakil Allah, menajdi abdi Allah di muka bumi (QS. 6:165).
”Tidak AKU (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali agar mengabdi menurut ajaran KU”
                                                            (Terjemahan bebas QS. Al-Baqarah: 30)
Dengan demikian semua tujuan hidup, cita-cita hidup haruslah merupakan turunan, penjabaran dari tugas pokok manusia sebagai khalifah fil ardh (wakil Allah di muka bumi.
Dalam hubungannya dengan surat Al-Mukminun ayat 14 sebuah hadits menegaskan tenang ruh biologis, bahwa setelah 4 kali 40 hari janin berproses dalam kandungan ibu, maka Allah meniup ruh kedalam janin sehingga janin menjadi bayi yang mulai bergerak dan hidup. Dan bila habis masanya, saat ajal tiba,ruh akan kembali kepadanya. Jadi secara biologis, ruh adalah pembangkit, penggerak kehidupan biologis. Dan secara biologis, manusia sudah tunduk dan patuh menurut ajaran Allah, atainaa thai-’iin. Begitu juga hendaknya dengan kehidupan budaya manusia. Akan tetapi pada kenyataannya kehidupan budaya manusia belum tunduk dan patuh menurut ajaran Allah sehingga menimbulkan kerusakan dan kehancuran di muka bumi, kematian budaya manusia.
Sehubungan dengan kehidupan budaya yang sudah mati sebelumnya maka Allah mengajarkan suatu ilmu Allah kepada para rosulNYA guna membentuk kehidupan budaya yang tunduk dan patuh menurut ajaran Allah seperti halnya alam semesta yang telahatainaa thai’iin. Dijelaskan dalam surat Asy-Syuraa ayat 52-53:
”Seperti itulah (tersebut dalam ayat sebelumnya) KAMI mewahyukan Al-Qur’an, sebagai satu ilmu menurut sunnah anda (Muhammad) menjadi satu ruh pembangkit budaya menurut yang telah KAMI tentukan yang apabila kalian tidak menguasai apa yang telah dinukilkan mejadi isi kitab niscaya kalian tidak mempunyai IMAN. Dan bahkan KAMI menjadikan yang demikian itu satu NUR yang memberikan pedoman hidup akan siapa saja yang menginginkan satu kehidupan yang demikian abdi-abdi kehidupan  yang tangguh tiada tanding”
”Menurut sistem kehidupan dari Allah jualah segala apa yang ada di semesta dan di bumi ini beredar. Ketahuilah! Hanya menurut ajaran Allah ini jualah segenap urusan kehidupan budaya ini berlaku teratur”
(Terjemahan bebas QS. Asy-Syuraa: 52-53).
 Juga dijelaskan dalam surat Al-Qadra ayat 1-5, tentang suatu konsep kehidupan yang ’khoir’, yang hebat, yang tangguh. Jadi yang perlu dicari dan dipelajari itu ’konsep ilmunya’ ataukah ’malamnya’?
Dari penerapan satu konsep yang tangguh tiada tanding inilah, maka akhirnya terbentuk satu kehidupan Madinah yang Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofar. Satu hadits menyatakan: ”Al-Madinah adalah satu model kehidupan inilah andaikata mereka menguasaiilmuNYA”. Dalam hadist lain dikatakan: ”Al-Madinah ibarat puput besi yang menghilangkan karat besi, begitulah Al-Madinah membersihkan kekejian hidup”. Jadi untuk membentuk satu kehidupan yang Madinatul munawaroh, ’konsep ilmunya’ yang kita perlukan? Ataukah hanya sekedar namanya saja?
Bumi, selain diciptakan untuk manusia juga untuk makhluk lainnya, (QS. 14:32-34, QS. 16: 10-14, QS. 45: 12,13) Hal ini berarti bahwa bumi dan segala isinya digunakan untuk menunjang kehidupan manusia, dan manusia diberi kedudukan sebagai wakil Allah di bumi (QS. 11: 61). Dengan demikian manusia dan seluruh isi bumi harus saling menunjang kebutuhan agar tujuan penciptaan tercapai. Bumi secara keseluruhan haruslah menjadiBaldatun Thoyyiban Warobbun Ghofur. Sehingga Din sebagai huda dan furqon yang diberikan Allah, hanyalah suatu konsekuensi logis dari diberikannya irodat atau kehendak untuk bebas memilih pada diri manusia. Din telah disesuaikan dengan sifat-sifat kemanusiaan karena fitrah keduanya sama (QS. 30: 30). Apabila manusia telah memilih Dinsebagai jalan hidup, maka akan sama perilakunya dengan makhluk lainnya, yaitu sujud dan tunduk pada penciptaNya (QS. Fushilat: 11). Din adalah suplemen dan komplemen dalamsunatullahDin bukanlah aturan-aturan yang dipaksakan pada manusia untuk kembali kepada tugas dan fungsinya yang azali, yang berguna bagi kehidupan dunianya.
Dalam satu hadis ditegaskan bahwa; ”Ihsan adalah kalian hidup mengabdi menurut ajaranAllah (Al-Qur’an), seakan-akan kalian memandang yang demikian itu menjadi milik pribadi kalian. Dan jika tidak memungkinkan mencapai yang demikian itu, maka hendaklah kalian sadari bahwa yang demikian itu (Al-Qur’an) menyoroti seluruh yaitu Allah beserat ilmuNyadengan si mukmin yang bertindak sebagai ’abdi atau wakil’ Allah untuk memperlakukan objek yang bergantung juga kepada AllahIhsan sebagai satu tujuan hidup, dijelaskan dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56. Dengan berbuat pas menurut teori, maka akan tercapai ”rodhiyallahu ’anhum warodhuu ’anhu wa a-’adda lahum’ (QS. At-Taubah: 100).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar