Jumat, 14 November 2014

KEDAMAIAN

KEDAMAIAN
Kita tidak dapat membicarakan makna spiritual keindahan tanpa berpaling kepada soal kedamaian. Keindahan menarik jiwa, dan di dalamnya jiwa menemukan semua yang dicarinya. Jadi mengapa pergi ke tempat lain? Mengapa dia terusik? Menyaksikan keindahan membutuhkan ketenangan dan kesenangan, ketenteraman dan kedamaian. Dalam tatanan formal, selama jiwa tertarik oleh keindahan bentuk tersebut, ia tetap dalam keadaan damai, tetapi dalam banyak kasus jiwa segera berhadapan dengan keterbatasan eksistensi dari bentuk dan, mendapati keterbatasan ini bersifat membelenggu, mengalihkan perhatiannya ke tempat lain dan meninggalkan keadaan damai karena usikannya. Akan tetapi, bagi kaum Sufi, keindahan bentuk merupakan simbol dan pantulan dari arketipe surgawinya, yang ia renungkan melalui bentuk tersebut. Keindahan bentuk dengan demikian mengantarkan orang seperti itu kepada wajah Keindahan Tak Terbatas, tempat ditemukannya kedamaian sejati. Dalam Keindahan Tak Terbatas tidak terdapat batasan eksistensial, dan tidak ada yang dapat mengganggu keadaan mengalami kedamaian tertinggi seperti itu dengan mengalihkan perhatian jiwa ke tempat lain karena jiwa berada dalam keadaan di mana pada kenyataannya tidak ada tempat lain baginya untuk beralih. Ini adalah sebuah keadaan yang oleh sebagian Sufi Asia Tengah disebut perdamaian universal (shulh-i kull). Itu adalah ketika kedamaian yang diraih ketika seseorang terbenam di dalam Realita yang melampaui semua ketegangan dan dualisme, di mana hal-hal yang berlawanan bertemu, coincidentia oppositorum .
Adalah luar biasa bahwa jiwa manusia mendamba kedamaian sementara hidup di dunia yang penuh dengan perselisihan, pertikaian, perlawanan, perjuangan, dan peperangan. Apabila kita merenungkan istilah peace, shalom, shanti, dan salam dalam Kekristenan, Yudaisme, Hindu, dan Islam secara berturut-turut dan penggunaannya di mana-mana oleh para pengikut agama ini, serta istilah dengan arti yang sama yang digunakan di tempat lain, kita menjadi sadar akan keuniversalan kerinduan ini. Tasauf menekankan pentingnya kerinduan ini di dalam jiwa dan pentingnya mewujudkan tujuan dari kerinduan ini. Tetapi kaum Sufi berulang kali menekankan bahwa perdamaian ini tidak dapat ditemukan di dunia oposisi dan dualisme sementara kita tetap terikat ke dunia ini, itu hanya dapat ditemukan dengan mentransendensi dunia ini dan meraih Realitas Ilahi, yang sebagai Keindahan mutlak, juga merupakan kedamaian mutlak. Seperti yang dikatakan:
Tiada ketenteraman kecuali di dalam rengkuhan ruhani Kebenaran Ilahi (haqq).
Menurut Al-Quran dan sebuah hadis Nabi, ucapan sambutan dari para penghuni Surga, Taman itu, adalah salām atau damai; itulah ucapan salam yang biasa di kalangan Muslim, al- salām ‘alaykūm, atau “damai atasmu.” Nah, Taman itu bersinar dengan keindahan yang agung, yang dulu kita saksikan sebelum Kejatuhan kita dan orang-orang yang diberkati akan kembali mengalaminya setelah kematian. Keindahan seperti itu tidak dapat tidak kecuali berpadu dengan kedamaian dan ketenangan. Jiwa yang tidak merasakan ketenangan di dalam Keindahan Ilahi tidak layak mendapatkan Surga. Dia bahkan harus membawa ketenangan batin dan ketenangan jiwa ke ranah surgawi melalui pencapaian kebajikan-kebajikan spiritual agar dapat memasuki Taman itu dan mampu memetik manfaat dari kedamaian di ranah yang ke dalamnya jiwa-jiwa yang diberkati diperbolehkan masuk. Dengan cara yang sama jiwa yang diberkati harus menambahkan sesuatu pada Bait jannati agar orang itu layak untuk berada di sana.
Singkatnya, damai (al-salām) berada pada level tertinggi Nama Tuhan, dan Allah adalah kedamaian itu sendiri sekaligus pemberi kedamaian, karena Dia adalah indah dan sumber segala keindahan. Al-Quran menegaskan dalam sebuah ayat yang memainkan peran penting dalam amalan Sufi, ” Dialah yang telah menurunkan ketenangan (al-sakīnah) ke dalam hati orang-orang mukmin” (QS Al-Fath [48]:4). Sakīnah ini, yang memiliki kesesuaian dengan Shekinah menurut Kabbalis, merupakan kedamaian yang bersifat surgawi dan berpadu dengan rahmat, karena Allah adalah sumber langsungnya. Tetapi kita harus siap untuk menerima karunia yang besar ini dengan menyelaraskan diri dengan kebenaran, beriman dan mencintai Allah, dan mengarahkan jiwa kita kembali kepada Sumber dari semua keindahan dengan cara mengamalkan kebajikan. Melihat Keindahan Wajah sang Kekasih tidak dapat dipisahkan cinta mutlak dan tak bersyarat pada Dia yang Sendirinya mutlak dan tak bersyarat, dan ini dipisahkan dari mengalami kedamaian “yang melampaui semua pemahaman.”
Mari kita ingat bahwa jalan spiritual melibatkan pengetahuan, di satu sisi, serta cinta dan keindahan, di sisi yang lain. Akan tetapi, konsekuensi berikut mengikuti jalan ini juga menyebabkan diraihnya kedamaian yang didambakan jiwa. Selain itu, seperti yang kita akan lihat dalam bab berikutnya, jalan pengetahuan, cinta, dan keindahan memerlukan tindakan benar dan baik, yang tanpanya seseorang tidak dapat menyadari sepenuhnya pengetahuan ilahi dan tidak akan mampu untuk mencintai Allah dan melihat Keindahan-Nya dengan sepenuhnya wujud dirinya. Akibatnya, tanpa kebaikan dan kebajikan orang tidak bisa mencapai perdamaian yang pada tingkatannya yang paling mendalam tidak dapat dipisahkan dari keindahan dan yang kita semua cari jauh di kedalaman diri kita bahkan di tengah hiruk-pikuk, kekacauan, dan ketegangan dunia tempat kita hidup.
Oleh: Ahmad Y. Samantho
Dicuplikdari buku : GARDEN OF TRUTH karya Seyyed Hossein Nasr

Tidak ada komentar:

Posting Komentar